Kamis, 22 Oktober 2015

Cerpen Melankolis: Huru_Hara Cinta



Huru-hara Cinta
Oleh: Dita Anggita

Saat semua yang kau inginkan sudah kau dapatkan, apalagi yang akan kau rasakan selain senang? Aku Raisa. Umurku baru 18 tahun. Kata orang, aku termasuk gadis yang beruntung. Selain cantik, tentu saja aku juga termasuk orang yang pandai. Siapa sih yang tidak mengenalku? Raisa, si cantik, pintar, dan penuh keberuntungan. Dengan kelebihan seperti itu, laki-laki mana yang tidak tertarik padaku? Banyak yang menyanyangkan ketika mereka tahu aku sudah memilki kekasih. Ya! Aku sudah punya kekasih. Namanya Rasya! Keren ya namana, mirip dengan namaku! Aku mengenal Rasya sejak kelas 5SD. Dia adalah kakak kelasku. Aku yang dulu begitu pecicilan, menarik perhatiannya. Katanya dia gemas melihat tingkah sok jagoanku. Makanya sejak saat itu dia mulai mendekatiku. Aku tidak ingat sejak kapan kami mulai benar-benar dekat. Yang pasti saat ini, detik ini, aku sangat bahagia dan merasa menjadi wanita yang beruntung bisa menjadi separuh hatinya.
Rasya itu orang yang paling perhatian yang aku kenal setelah orang tuaku. Aku tidak ingin melepaskannya. Sampai kapanpun aku tidak akan sanggup berpisah dengannya. Aku dan dia sudah seperti ikan yang tidak bisa hidup tanpa air. Percaya atau tidak, saat aku sakit, Rasya akan merasakan hal yang sama, begitupun sebaliknya, aku akan meriang saat Rasya sedang sakit. tidak hanya itu, debaran jantungku bisa menjadi radar yang cukup ampuh untuk mendeteksi keberadaanya.
“Aku mencintaimu. Always and Forever” begitu katanya.
Bulan depan kami akan bertunangan. Kedua orang tua kami sudah saling mendukung. Aku bahagia. Wanita mana yang tidak bahagia akan disatukan dalam sebuah ikatan dengan orang yang dicintainya.
“Kamu tenang saja, biar aku yang urus semua persiapannya! Kamu belajar saja. Biar ujian masuk PTN nya lancar”
Aku mengerucutkan bibirku.
“Maksudmu aku akan mengikuti tes tulis gila itu? kamu pikir aku sebodoh itu? apa gunanya aku belajar selama dua belas tahun ini, jika aku masih harus ikut ujian tulis?”
Rasya tertawa dan mengacak rambutku.
“Aku tahu! kamu pasti akan mengatakan hal itu. Hanya saja, sayangku, cintaku, kamu tetap harus punya persiapan ya”
Bagian itu yang aku suka dari Rasya. Rasyaku. Aku bahagia! Aku mencintainya! Aku mencintainya!
***
 Dua minggu sebelum acara pertunangan itu, aku dikejutkan dengan kabar mencengangkan yang membuat kedua orang tuaku marah besar. Mungkin menurut kalian ini hal yang biasa saja. Tapi bagiku, ini seperti antara hidup dan mati. Pagi tadi ketika aku membuka pengumuman Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri aku tercengang dengan penolakkan yang tertera di layar laptopku. Papaku yang sudah menggantungkan harapannya padaku seketika duduk lemas dan tidak berkata apapun. Sedangkan Mamaku dia langsung memarahiku tanpa ampun. Kalian tidak pernah tahu bagaimana didikan orang tuaku agar aku selalu menjadi pemenang dalam semua kompetensi yang aku ikuti. melihat betapa kecewanya kedua orang tuaku membuatku merasa menjadi anak yang tidak berguna.
“Sudahlah. Ini bukan akhir sayang. Kamu masih bisa mengikuti ujian tulis. Aku percaya kamu pasti bisa”
Aku menoleh ke arah kiriku. Aku hampir lupa kalau dari tadi rasya menemaniku. Aku memalingkan wajahku. Mudah saja dia bilang begitu, karena dia tidak merasakan apa yang aku rasakan.
“Mama, sudah dapat tempat catering yang enak untuk acara kita nanti.” Katanya lagi. Aku menatapnya tidak percaya. Di saat seperti ini, dia masih memikirkan acara pertunangan tidak penting itu? Entah kenapa aku merasa muak dengan rencana konyol itu. ujianku gagal! GAGAL! G A G A L!! dan aku harus bersenang-senang di atas kegagalanku?
“Maaf, Sya. Sepertinya aku ingin menunda acara itu dulu?”
Rasya terkejut.
“Kenapa?” tanyanya tidak percaya.
“Kamu tahu alasannya. Kamu selalu tahu alasannya! Aku ingin fokus dulu,  Sya! Setelah aku berhasil aku pasti akan melanjutkan acara ini, kok.” Kataku lalu beranjak meninggalkannya.
***
Rasya akhirnya menyerah setelah tidak juga berhasil membujukku. Orang tuanya pun tidak dapat berbuat apa-apa. Bahkan orang tuaku pun tidak bisa membujukku. Bukan. Bukan karena aku sudah tida mencintai rasya. Aku masih mencintainya. Sangat mencintainya. Hanya saja, aku sedang ingin berhenti memikirkan hal-hal yang sebenarnya tidak lebih penting daripada cita-cita hidupku. Rasya tidak menghubungiku sampai aku selesai ujian tes tulis. Hati kecilku mengatakan bahwa aku sedikit merindukannya, tapi hati besarku masih lebih rasional.
Dering suara handphone membuyarkan lamunanku. Aku melihat caller id yang tertera di sana. Dadaku sedikit bedebar melihat nama Rasya. Dengan perlahan aku menjawab teleponnya.
“Raisooooo” panggilnya. Raiso, nama yang biasa dia panggil saat hatinya sedang gundah. Dengan otomatis aku menjawab.
“Kenapa. Sya?”
“Raisooo, maafin aku.” Aku mengerutkan keningku “Maafin aku Raiso!” katanya lagi.
“Maaf untuk apa, Sya?”
“Aku sudah mengingkari janjiku, padamu!”
Janji? Janji apa?
“Aku minta maaf!”
“Kamu lebih baik to the point saja, Sya! Aku benaran tidak mengerti!”
“Aku.. sudah menghianati kamu. Aku sudah tidur dengan permpuan lain. Aku hilaf Raiso! Aku hilaf!”
Aku membulatkan mataku.
“Rasya, kamu gila ya! Apa yang sudah kamu lakukan?”
“Aku minta maaf!”
“Maaf!? GILA KAMU!!!”
***
Aku mengurung diriku selama hampir satu minggu. Aku benar-benar shock dengan kabar yang kudengar seminggu yang lalu! Rasya! Lelaki yang selalu kubanggakan! Lelaki yang menjadi sandaranku selama ini! Yang selalu jadi bagian terindah dalam hidupku! Apa yang sudah dia lakukan? Rasya yang aku tahu tidak seperti itu. Rasyaku orang yang sopan pada perempuan. Kami berpacaran selama bertahun-tahun dan Rasyaku tidak pernah kurang ajar padaku. Rasya yang mana yang menelponku kemaren? Aku benar-benar tidak menyangka! Apa yang dia pikirkan saat melakukan hal yang hina itu? Apa dia tidak tahu sakit yang aku rasakan saat mendengar pengakuan dosanya?!  Rasya kamu brengsek!! Aku tidak tahu sekarang Rasya yang sebenarnya itu yang mana? Yang baik, sopan, dan mencintaiku? Atau justeru itu adalah sandiwara cintamu??
***
“Lo udah denger kabar terbaru belum?” tanya Leny di telepon. Leny adalah sahabatku di Kampung halaman.
“Kabar apa? Ayu ting-ting diselingkuhi Saheer?” tanyaku tertawa. Aku memang tidak tahu kabar apa yang ditanyakan oleh Leny barusan. Maklum saja mahasiswa baru sepertiku sedang banyak-banyaknya kegiatan kampus.
“Ini lebih heboh Raisa!  Lo pasti akan kaget denger hal itu!”
“Apaan sih? Bikin penasaran aja!”
“Mantan lo, Mau kawin!”
“Mantan gue? Siapa?”
“Jangan puran-puran bego lo! Mantan lo siapa lagi kalau bukan si Rasya! Gila!! Dia hamilin anak orang!!”
“Oh! Bagus deh! Selamat yeee..”
Klik!
Rasya Brengsek!!!
***
Empat tahun sudah berlalu. Hari ini hari istimewaku! Aku sudah menyelesaikan studi S1 ku. Aku wisuda! Aku sudah jadi sarjana! Semua berkat doa dan dukungan dari orang tuaku, juga dia! Ya! Dia yang dulu pernah menghianatiku. Dia yang pernah membuatku kecewa akibat perbuatannya. Kini berdiri di samping orang tuaku. Tersenyum dengan mata berkaca-kaca sambil menggendong anaknya. Aku tersenyum tipis. Ada rasa sakit melihat anak yang berada di pangkuannya. Tapi, aku tahu. Anak itu tidak bersalah. Dia akan menjadi bagian dari kehidupanku saat ini. Aku akan menyayanginya sebagaimana aku menyayangi anakku.
“Hay sayang! Cantik banget sih, anak Bunda!” Aku mencubit hidung bangirnya.
Dia tertawa dengan senangnya dan bersembunyi di balik dada ayahnya. Kulihat Rasya tersenyum. Aku ingat dulu ia tidak pernah mau mengakui anaknya. Dia menangis dihadapanku.
“Aku hanya mencintai kamu” ucapnya “Tidak ada wanita yang aku cintai selain kamu”
“Ucapanmu bertolang belakang dengan kelakuanmu!” jawabku ketus
“Karena aku tidak sanggup berpisah dengan kamu!”
“Lalu, apa dengan melakukan hal itu, kita akan bersatu lagi? Apa kamu sadar, itu malah membuatku jijik!”
“Aku tahu! aku kehilangan akalku! Kamu tahukan kita udah lama bersama? Apa kamu tahu rasanya berpisah dengan orang yang sudah menjadi separuh hidipku?”
“Tapi tetap saja cara kamu salah, Rasya! Sekarang kamu menceraikan isteri dan tidak mengakui anakmu. Lelaki macam apa kamu?”
“aku hanya ingin punya anak dari kamu! Melihat anak itu, membuatku merasa bersalah padamu”
Aku ikut tertawa melihat tingkah konyol Risa. Melisa, mantan isteri Rasya kini sudah menikah lagi. Dia menyerahkan Risa pada ayahnya, karena ingin bebas. Aku kasihan dengan anak tidak berdosa ini. Dengan mengabaikan semua rasa sakit dan kecewaku, aku membujuk Rasya untuk mengurus Risa bersama-sama.
“Kamu wanita tehebat yang pernah kutemui” Rasya berbisik padaku “Tidak ada wanita lain yang lebih hebat darimu! Aku tidak salah mencintaimu”
Aku bingung mau menjawab apa. Walau bagaimanapun aku selalu bahagia mendengar pernyataan cinta darinya. Entah aku yang terlalu mencintainya atau memang takdir cinta yang kulalui harus seperti ini.

(Endingnya terserah pembaca mau seperti apa? Yang pasti ceritanya selesai sampai di sini. hahaha)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar