Huru-hara Cinta
Oleh: Dita Anggita
Saat semua yang kau inginkan
sudah kau dapatkan, apalagi yang akan kau rasakan selain senang? Aku Raisa. Umurku
baru 18 tahun. Kata orang, aku termasuk gadis yang beruntung. Selain cantik,
tentu saja aku juga termasuk orang yang pandai. Siapa sih yang tidak
mengenalku? Raisa, si cantik, pintar, dan penuh keberuntungan. Dengan kelebihan
seperti itu, laki-laki mana yang tidak tertarik padaku? Banyak yang
menyanyangkan ketika mereka tahu aku sudah memilki kekasih. Ya! Aku sudah punya
kekasih. Namanya Rasya! Keren ya namana, mirip dengan namaku! Aku mengenal
Rasya sejak kelas 5SD. Dia adalah kakak kelasku. Aku yang dulu begitu
pecicilan, menarik perhatiannya. Katanya dia gemas melihat tingkah sok
jagoanku. Makanya sejak saat itu dia mulai mendekatiku. Aku tidak ingat sejak
kapan kami mulai benar-benar dekat. Yang pasti saat ini, detik ini, aku sangat
bahagia dan merasa menjadi wanita yang beruntung bisa menjadi separuh hatinya.
Rasya itu orang yang paling
perhatian yang aku kenal setelah orang tuaku. Aku tidak ingin melepaskannya. Sampai
kapanpun aku tidak akan sanggup berpisah dengannya. Aku dan dia sudah seperti
ikan yang tidak bisa hidup tanpa air. Percaya atau tidak, saat aku sakit, Rasya
akan merasakan hal yang sama, begitupun sebaliknya, aku akan meriang saat Rasya
sedang sakit. tidak hanya itu, debaran jantungku bisa menjadi radar yang cukup
ampuh untuk mendeteksi keberadaanya.
“Aku mencintaimu. Always and Forever” begitu katanya.
Bulan depan kami akan
bertunangan. Kedua orang tua kami sudah saling mendukung. Aku bahagia. Wanita mana
yang tidak bahagia akan disatukan dalam sebuah ikatan dengan orang yang
dicintainya.
“Kamu tenang saja, biar aku yang
urus semua persiapannya! Kamu belajar saja. Biar ujian masuk PTN nya lancar”
Aku mengerucutkan bibirku.
“Maksudmu aku akan mengikuti tes
tulis gila itu? kamu pikir aku sebodoh itu? apa gunanya aku belajar selama dua
belas tahun ini, jika aku masih harus ikut ujian tulis?”
Rasya tertawa dan mengacak
rambutku.
“Aku tahu! kamu pasti akan
mengatakan hal itu. Hanya saja, sayangku, cintaku, kamu tetap harus punya
persiapan ya”
Bagian itu yang aku suka dari
Rasya. Rasyaku. Aku bahagia! Aku mencintainya! Aku mencintainya!
***
Dua minggu sebelum acara pertunangan itu, aku
dikejutkan dengan kabar mencengangkan yang membuat kedua orang tuaku marah
besar. Mungkin menurut kalian ini hal yang biasa saja. Tapi bagiku, ini seperti
antara hidup dan mati. Pagi tadi ketika aku membuka pengumuman Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri aku tercengang dengan penolakkan yang tertera di
layar laptopku. Papaku yang sudah menggantungkan harapannya padaku seketika
duduk lemas dan tidak berkata apapun. Sedangkan Mamaku dia langsung memarahiku
tanpa ampun. Kalian tidak pernah tahu bagaimana didikan orang tuaku agar aku
selalu menjadi pemenang dalam semua kompetensi yang aku ikuti. melihat betapa
kecewanya kedua orang tuaku membuatku merasa menjadi anak yang tidak berguna.
“Sudahlah. Ini bukan akhir
sayang. Kamu masih bisa mengikuti ujian tulis. Aku percaya kamu pasti bisa”
Aku menoleh ke arah kiriku. Aku hampir
lupa kalau dari tadi rasya menemaniku. Aku memalingkan wajahku. Mudah saja dia
bilang begitu, karena dia tidak merasakan apa yang aku rasakan.
“Mama, sudah dapat tempat catering
yang enak untuk acara kita nanti.” Katanya lagi. Aku menatapnya tidak percaya. Di
saat seperti ini, dia masih memikirkan acara pertunangan tidak penting itu?
Entah kenapa aku merasa muak dengan rencana konyol itu. ujianku gagal! GAGAL! G
A G A L!! dan aku harus bersenang-senang di atas kegagalanku?
“Maaf, Sya. Sepertinya aku ingin
menunda acara itu dulu?”
Rasya terkejut.
“Kenapa?” tanyanya tidak percaya.
“Kamu tahu alasannya. Kamu selalu
tahu alasannya! Aku ingin fokus dulu, Sya!
Setelah aku berhasil aku pasti akan melanjutkan acara ini, kok.” Kataku lalu
beranjak meninggalkannya.
***
Rasya akhirnya menyerah setelah
tidak juga berhasil membujukku. Orang tuanya pun tidak dapat berbuat apa-apa. Bahkan
orang tuaku pun tidak bisa membujukku. Bukan. Bukan karena aku sudah tida
mencintai rasya. Aku masih mencintainya. Sangat mencintainya. Hanya saja, aku
sedang ingin berhenti memikirkan hal-hal yang sebenarnya tidak lebih penting
daripada cita-cita hidupku. Rasya tidak menghubungiku sampai aku selesai ujian
tes tulis. Hati kecilku mengatakan bahwa aku sedikit merindukannya, tapi hati
besarku masih lebih rasional.
Dering suara handphone
membuyarkan lamunanku. Aku melihat caller
id yang tertera di sana. Dadaku sedikit bedebar melihat nama Rasya. Dengan
perlahan aku menjawab teleponnya.
“Raisooooo” panggilnya. Raiso,
nama yang biasa dia panggil saat hatinya sedang gundah. Dengan otomatis aku
menjawab.
“Kenapa. Sya?”
“Raisooo, maafin aku.” Aku
mengerutkan keningku “Maafin aku Raiso!” katanya lagi.
“Maaf untuk apa, Sya?”
“Aku sudah mengingkari janjiku,
padamu!”
Janji? Janji apa?
“Aku minta maaf!”
“Kamu lebih baik to the point saja, Sya! Aku benaran
tidak mengerti!”
“Aku.. sudah menghianati kamu. Aku
sudah tidur dengan permpuan lain. Aku hilaf Raiso! Aku hilaf!”
Aku membulatkan mataku.
“Rasya, kamu gila ya! Apa yang sudah
kamu lakukan?”
“Aku minta maaf!”
“Maaf!? GILA KAMU!!!”
***
Aku mengurung diriku selama
hampir satu minggu. Aku benar-benar shock
dengan kabar yang kudengar seminggu yang lalu! Rasya! Lelaki yang selalu
kubanggakan! Lelaki yang menjadi sandaranku selama ini! Yang selalu jadi bagian
terindah dalam hidupku! Apa yang sudah dia lakukan? Rasya yang aku tahu tidak
seperti itu. Rasyaku orang yang sopan pada perempuan. Kami berpacaran selama
bertahun-tahun dan Rasyaku tidak pernah kurang ajar padaku. Rasya yang mana
yang menelponku kemaren? Aku benar-benar tidak menyangka! Apa yang dia pikirkan
saat melakukan hal yang hina itu? Apa dia tidak tahu sakit yang aku rasakan
saat mendengar pengakuan dosanya?! Rasya
kamu brengsek!! Aku tidak tahu sekarang Rasya yang sebenarnya itu yang mana? Yang
baik, sopan, dan mencintaiku? Atau justeru itu adalah sandiwara cintamu??
***
“Lo udah denger kabar terbaru
belum?” tanya Leny di telepon. Leny adalah sahabatku di Kampung halaman.
“Kabar apa? Ayu ting-ting
diselingkuhi Saheer?” tanyaku tertawa. Aku memang tidak tahu kabar apa yang
ditanyakan oleh Leny barusan. Maklum saja mahasiswa baru sepertiku sedang
banyak-banyaknya kegiatan kampus.
“Ini lebih heboh Raisa! Lo pasti akan kaget denger hal itu!”
“Apaan sih? Bikin penasaran aja!”
“Mantan lo, Mau kawin!”
“Mantan gue? Siapa?”
“Jangan puran-puran bego lo! Mantan
lo siapa lagi kalau bukan si Rasya! Gila!! Dia hamilin anak orang!!”
“Oh! Bagus deh! Selamat yeee..”
Klik!
Rasya Brengsek!!!
***
Empat tahun sudah berlalu. Hari ini
hari istimewaku! Aku sudah menyelesaikan studi S1 ku. Aku wisuda! Aku sudah
jadi sarjana! Semua berkat doa dan dukungan dari orang tuaku, juga dia! Ya! Dia
yang dulu pernah menghianatiku. Dia yang pernah membuatku kecewa akibat
perbuatannya. Kini berdiri di samping orang tuaku. Tersenyum dengan mata
berkaca-kaca sambil menggendong anaknya. Aku tersenyum tipis. Ada rasa sakit
melihat anak yang berada di pangkuannya. Tapi, aku tahu. Anak itu tidak
bersalah. Dia akan menjadi bagian dari kehidupanku saat ini. Aku akan
menyayanginya sebagaimana aku menyayangi anakku.
“Hay sayang! Cantik banget sih,
anak Bunda!” Aku mencubit hidung bangirnya.
Dia tertawa dengan senangnya dan
bersembunyi di balik dada ayahnya. Kulihat Rasya tersenyum. Aku ingat dulu ia
tidak pernah mau mengakui anaknya. Dia menangis dihadapanku.
“Aku hanya mencintai kamu”
ucapnya “Tidak ada wanita yang aku cintai selain kamu”
“Ucapanmu bertolang belakang
dengan kelakuanmu!” jawabku ketus
“Karena aku tidak sanggup
berpisah dengan kamu!”
“Lalu, apa dengan melakukan hal
itu, kita akan bersatu lagi? Apa kamu sadar, itu malah membuatku jijik!”
“Aku tahu! aku kehilangan akalku!
Kamu tahukan kita udah lama bersama? Apa kamu tahu rasanya berpisah dengan
orang yang sudah menjadi separuh hidipku?”
“Tapi tetap saja cara kamu salah,
Rasya! Sekarang kamu menceraikan isteri dan tidak mengakui anakmu. Lelaki macam
apa kamu?”
“aku hanya ingin punya anak dari
kamu! Melihat anak itu, membuatku merasa bersalah padamu”
Aku ikut tertawa melihat tingkah
konyol Risa. Melisa, mantan isteri Rasya kini sudah menikah lagi. Dia menyerahkan
Risa pada ayahnya, karena ingin bebas. Aku kasihan dengan anak tidak berdosa
ini. Dengan mengabaikan semua rasa sakit dan kecewaku, aku membujuk Rasya untuk
mengurus Risa bersama-sama.
“Kamu wanita tehebat yang pernah
kutemui” Rasya berbisik padaku “Tidak ada wanita lain yang lebih hebat darimu! Aku
tidak salah mencintaimu”
Aku bingung mau menjawab apa. Walau
bagaimanapun aku selalu bahagia mendengar pernyataan cinta darinya. Entah aku
yang terlalu mencintainya atau memang takdir cinta yang kulalui harus seperti
ini.
(Endingnya terserah pembaca mau
seperti apa? Yang pasti ceritanya selesai sampai di sini. hahaha)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar