Oleh: Dita Anggita
Program Studi PGSD UPI Kampus Sumedang
Jl. Mayor Abdurrachman No. 211 Sumedang 45322
Email: ditaanggita@student.upi.edu
Resensi Buku Pendidikan Musik: Permasalahan
dan Pembelajarannya
Karya:
Julia, M.Pd.
Judul Buku : Pendidikan Musik: Permasalahan dan Pembelajarannya
Penulis : Julia M.Pd.
Editor : Prana Dwija Iswara
Tata
Letak/Sampul : D. Abrian Prabowo
Penerbit : UPI PRESS
Gd. Percetakan dan Penerbitan
Jl. Dr. Setiabudhi No.229 Bandung 40154
Telp. 022-2013153 Ext. 3903
Tahun
terbit :Cetakan ke
satu 2014
Tebal
Buku : x + 100
halaman
ISBN :
978-979-3786-38-4
Buku Pendidikan Musik Permasalahan dan
Pembelajarannya ini hadir di tengah-tengah kita berawal dari keresahan penulis
mengenai pendidikan seni, khususnya seni musik yang kurang mendapat perhatian
di negara kita. Utamanya pendidikan seni di sekolah dasar yang merupakan cikal
bakal untuk melanjutakan pendidikan ke jenjang selanjutnya. Padahal menurut
penulis melalui senilah manusia bisa mengasah jiwa, dan melalui seni jugalah
manusia bisa belajar merasa.
Pendidikan seni bukan hanya alat yang digunakan
sebagai jalan untuk menjadi seniman, lebih dari itu, pendidikan seni merupakan
proses untuk memanusiakan manusia. Untuk itu, penulis membagi buku ini ke dalam
sembilan bagian. Kesembilan bagian ini terdiri dari tiga pokok bahasan, yaitu
musik dan hubungannya dengan manusia, pendidikan musik dan strateginya, serta
pengimplementasian pendidikan musik di sekolah dasar.
Mengawali pembahasannya di sini penulis
menjelaskan hubungan manusia dengan musik. Pada umumnya, musik dipandang sebagai
segala sesuatu yang berhubungan dengan vokal dan instrumen. Musik adalah hasil
proses perilaku manusia yang dibentuk oleh nilai, sikap, dan kepercayaan
orang-orang sebagai anggota suatu kebudayaan tertentu. Bunyi musik dipengaruhi
oleh berbagai hal yang terkait dengan adat dan budaya tertentu. Misalnya di
sunda musik disebut sebagai karawitan sunda.
Banyak masyarakat yang mengasumsikan bahwa musik
adalah segala sesuatu yang hanya berhubungan dengan bunyi-bunyian dari
instrumen musik dan vokalis. Sehingga menurut penulis, musik dapat dianggap
sesuatu yang menimbulkan kenikmatan sesaat dan kurang bernilai bagi sebagian
orang. Padahal mengutip pendapat al-Suhrawardi, penulis menyatakan bahwa musik
dapat berfungsi sebagai energi, penyembuh, dan penyejuk jiwa.
Dalam dunia pendidikan, penulis mengambil sampel
dari tokoh-tokoh besar seperti Plato, Albert Einstein yang menggunakan musik
sebagai instrumen pendidikan. Menurut Plato, anak-anak harus diajarkan musik
terlebih dahulu sebelum mengajarkan hal yang lain. Sedangkan, Einstein mengungkapakan
kecintaannya terhadap musik dan riset besar fisikanya berasal dari sumber yang
sama dan keduanya saling melengkapi.
Dalam kehidupan manusia, terkadang
tidak disadari bahwa segala aktivitas tidak dapat terlepas dari peristiwa
musikal. Misalnya saja saat kita berbicara, bunyi yang kita keluarkan merupakan
bagian dari musik. Bunyi berbeda yang dikeluarkan setiap orang yang berasal
dari berbagai budaya pun beragam. Dalam hal peribadahan suatu agama pun tidak
terlepas dari musik, menurut penuturan penulis. Misalnya, ketika umat Islam
membaca Al-Quran, akan ada beraneka lagam yang bisa di dengarkan.
Dalam pembahasan ini penulis ingin menyampaikan
bahwa musik itu sebenarnya tidak terlepas dalam kehidupan kita sehari-hari.
Apa-apa yang menimbulkan bunyi dapat kita sebut sebagai musik, tidak harus
selalu berasal dari instrumen musik itu sendiri. Setiap individu memiliki potensi
terhadap perkembangan musikal. Perkembangan musikal pada setiap individu dapat dilihat dari
dua fenomena, yaitu perkembangan musikal secara alamiah, seperti kemampuan dalam
mengeluarkan suara dan perkembangan musikal
dengan pengembangan secara khusus.
***
Pada bagian
selanjutnya penulis memaparkan mengenai permasalahan pendidikan musik dalam
kaitannya dengan kapitalisme. Di satu sisi musik berjalan sebagai komoditi yang
diperjualbelikan, di sisi lain musik digarap sebagai bahan pendidikan. Keduanya
diawali melalui proses pendidikan dan pembelajaran, namun memiliki tujuan dan
fungsi yang berbeda. Musik industri dilakukan untuk mencari
keuntungan-keuntungan pihal terkait, sedangkan pendidikan mengarah pada
bagaimana musik itu menjadi sesuatu yang bernilai dan bermanfaat bagi
kemaslahatan manusia.
Selain itu, makna musik juga juga mengalami pergerseran. Dimana
saat ini sasaran penikmat musik tidak dilihat sebagai sesuatu yang terpisah.
Anak-anak bisa menikmati musik yang seharusnya tidak pantas untuk mereka
konsumsi. Ini semua merupakan dampak dari sistem kapitalisme yang telah masuk
ke dalam berbagai sistem yang ada di Indonesia. Kekhawatiran
penulis terhadap dampak kapitalisme terhadap pendidikan musik melahirkan
beberapa strategi yang bisa diterapkan dalam praktiknya.
Pendidikan musik di sekolah
dasar pada praktiknya memiliki beberapa hambatan. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan guru
terhadap musik itu sendiri. Guru memang belajar mengenai pendidikan
musik, akan tetapi dengan banyaknya materi yang harus dikuasai tidak memungkinnya
untuk memperdalam lebih mengenai pendidikan musik. Ada pun guru
yang mengajar ini berasal dari jurusan seni murni tanpa ada unsur-unsur pendidikannya,
tidak akan mampu mengajarkan seni menggunakan metode pembelajaran yang sesuai. Selain
itu, jika guru seni tersebut tidak mengusai bidang musik ada kemungkinan untuk
mengalihkan pengejaran seni terhadap pembelajaran seni di bidang lain.
Dalam hal
ini penulis menyatakan solusi yang terbaik untuk meningkatkan pendidikan musik di
SD adalah dengan diadakannya jurusan pendidikan seni
khusus PGSD. Selain itu, perlu dikembangkan kurikulum pada jurusan
pendidikan seni musik, seperti dibuatnya pendalaman ilmu pedagogik khusus
sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, atau membuat
konsentrasi khusus untuk memperoleh ilmu yang lebih mendalam. Dengan begitu,
menurut penulis hal tersebut dapat menghasilkan guru/calon guru yang memiliki
kompetensi profesional dan sesuai untuk mengajar pendidikan seni musik di
sekolah dasar.
Strategi lain
yang penulis uraikan dalam buku ini untuk membenahi pendidika musik di SD
adalah dengan menanamkan kemampuan berpikir kritis. Memang terlihat sulit untuk
membentuk para calon pendidik musik sekolah dasar yang kompeten dan mampu berpikir kritis, karena sejak awalnya
mereka tidak dibekali dengan keterampilan dan wawasan musik. Oleh karena itu, penulis
menyajikan beberapa strategi yang dilakukan secara berjenjang untuk mencapai
kemampuan berpikir kritis dalam musik.
Penerapan
kemampuan berpikir kritis dalam musik, dimulai secara formal mulai dari jenjang
sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Dengan mengkondisikan peserta
didik berdasarkan indikator pembelajaran
yang telah tercantum, dengan memperhatikan enam aspek berpikir kritis dalam
musik, yaitu aspek pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap, apresiasi, dan
kebiasaan.
Dengan demikian, diharapkan pembelajaran musik yang diajarkan tersebut dapat
dipahami secara keseluruhan karena
melaui proses yang lama dan berjenjang.
Sasaran utama yang harus
diperhatikan adalah calon pendidik itu sendiri. Penting adanya dengan membangun
kerja sama kelompok dalam permainan alat musik agar bisa saling melengkapi dan
saling berkomitmen terhadap dirinya sendiri maupun kelompoknya. Selain
kerjasama kelompok seorang pendidik juga harus mampu menerapkan nilai-nilai
kearifan lokal, yaitu melalui penciptaan
lirik lagu yang berpatokan kepada irama yang berasal dari lagu khas daerah lokal
masing-masing. Dengan begitu nilainya dapat tersamparkan dan peserta didik tahu
jenis musiknya.
Berdasarkan
penelitiannya dalam membangun kerjasama kelompok melalui pembelajaran ensemble angklung pada mahasiswa PGSD,
penulis menyimpulkan bahwa dalam kerjasama kelompok, sikap individu dapat
menjelma sebagai karakteristik kelompok. Sehingga, menurut penulis kesuksesan
kelompok merupakan hasil kesatuan dari sikap individu beserta komitmen dan
tanggungjawabnya dalam kelompok.
Permasalahan
lain yang diungkapkan penulis dalam pendidikan seni musik adalah mengenai fakta
tergerusnya budaya lokal oleh budaya modern. Sehingga untuk tetap
mempertahankan nilai-nilai kearifan lokal bisa dilakukan melalui penciptaan
lirik lagu dengan menggunakan patokan sekar irama tandak pupuh sunda. Penciptaan
lirik untuk mahasiswa-mahasiswa calon guru ini diharapkan dengan menggunakan
patokan pupuh, mahasiswa yang membuat suatu lirik dapat mengenalkan budaya
daerahnya masing-masing. Sehingga kelak, ia bisa menanamkan nilai-nilai kearifan
lokal dalam mengajar pendidikan seni musik di sekolahnya masing-masing.
Setelah membahas
permasalahan mengenai pendidikan musik di SD, selanjutnya penulis meguraikan
mengenai implemenatasi pendidikan musik di SD. Menurut penulis, kompetensi
pendidikan musik di sekolah dasar cukup memprihatinkan. Dampaknya bisa dilihat
dalam praktiknya di lapangan, pendidikan musik belum beradaa pada jalur yang
benar. Pendidikan musik baru dipandang sebatas pendidikan yang digunakan untuk
mencetak seniman-seniman. Padahal, pendidikan musik itu lenih dari sekedar itu,
yaitu sebagai media pendidikan kejiwaan, media penghalusan rasa, dan media
pencerdasan pikiran dan perasaan bisa saling mengimbangi.
Maka dari
itu, penulis mengharapkan seiring dengan bergulirnya kurikulum 2013,
keterampilan musikan guru-guru sekolah dasar perlu ditingkatkan. Pembangungan keterampilan
musikal tersebut bisa dicapai melalui pembelajaran musik yang benar secara
berkesinambungan dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Diperlukan suatu
guru yang memiliki kreativitas dan strategi dalam mengajar musik untuk anak
sekolah dasar. Di antaranya dengan memiliki
multiperan, menanamkan kehalusan dan keindahan dalam pembelajarannya agar
berbudi pekerti luhur dan arif, kurikulum pendidikan seni harus disesuaikan
dengan adab dan budaya masyarakat, memperbanyak apresiasi seni, mengadakan
kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan seni, mengadakan dialog kebudayaan.
***
Pada dasarnya
buku ini membahas mengenai kekhawatiran penulis terhadap pendidikan seni musik
yang kurang mendapat perhatian dari berbagai kalangan. Untuk itu, pembahasannya
lebih diarahkan pada permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam pendidikan
serta solusi-solusi yang memungkinkan terhadap permasalahan-permasalahan
tersebut. Musik jangan hanya dipandang sebagai alat untuk mencari keuntungan
saja, lebih dari itu musik harus dijadikan sebagai alat untuk mencapai tujuan
pendidikan.
Pendidikan
musik harus dikenalkan sedini mungkin, sejak anak memasuki taman kanak-kanak terutama
sekolah dasar. Guru-guru yang selama ini kebingungan bagaimana harus mengajarkan
pendidikan musik pada anak usia sekolah dasar maupun tingkat lanjut bisa membaca
buku ini sebagai referensi. Ada beberapa strategi yang bisa digunakan oleh guru
untuk mengajarkan atau mengenalkan pendidikan musik pada siswa.
Terlepas
dari ada sebagian materi yang termasuk berkesinambungan dengan topik utama,
buku ini sangat cocok dibaca oleh guru dan calon guru sekolah dasar. Pembahasan
dalam buku ini pun beberapa bab isinya adalah hasil penelitian dan juga hasil
seminar penulis, baik seminar yang dilakukan secara nasional maupun
internasional. Permasalahan yang dikemukakan penulis pun di sini selalu
disertai solusi, sehingga memudahkan pembaca dalam mengambil kesimpulan atau
membuat interfensi sendiri.
Pembaca pun
tidak akan bosan dengan gaya bahasa yang dituturkan penulis. Meskipun bahasanya
sedikit banyak terlalu puitis, akan tetapi mudah untuk dimengerti. Pembaca akan
merasakan estetika saat membaca buku ini. Hanya saja memang banyak pengulangan
kata dalam setiap bab. Selain itu, karena basic
penulis yang merupakan dosen pendidikan seni di UPI Kampus Sumedang yang
berdomisili di sunda, penulis banyak mengambil contoh dari keadaan sekitar kampus
Sumedang dan budaya sunda sehingga untuk pembaca di luar sunda mungkin harus
menyesuaikan solusi yang diberikan penulis sesuai dengan latar belakang
budayanya.
Julia,
M.Pd. merupakan penulis
buku “Pendidikan
Musik: Permasalahan dan Pembelajarannya” ini merupakan Dosen Universitas
Pendidikan Indonesia Kampus Sumedang. Beliau lahir
di Bandung dari pasangan Didi S. Winata dan Cucu H.Wiriadikarta. Riwayat
pendidikan beliau dimulai dari SDN Cibeunying-Lembang, SMPN 2 Lembang, SMKN 10
Bandung, dan di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) mendapat gelar sarjana
(2006) dan magister (2008) pada program studi pendidikan seni musik dan
pendidikan seni, serta di Universitas Negeri Semarang (Unnes) sedang melanjutkan studi S3 pada prodi Pendidikan Seni PPS. Cita-cita masa kecilnya
adalah menjadi seorang pilot.
Berdasarkan riwayat pendidikannya, tidak heran beliau sangat mengenal
beragam permasalahan yang terjadi di dalam pendidikan musik di Indonesia. Beliau juga senang mengapresiasi
puspa ragam jenis musik, terutama musik-musik klasik. Motto hidup beliau adalah
“jadikan hudup ini bermanfaat untuk banyak orang, jika tidak mampu jadikan
hidup ini bermananfaat untuk keluarga, jika tidak mampu setidaknya jadikan
hidup ini bermanfaat untuk diri sendiri”
Referensi:
Julia.
(2014). Pendidikan Musik Permasalahan dan
Pembelajarannya. Bandung: UPI Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar