Jugun Ianfu
Oleh: Dita
Anggita
"Apa
kau pernah mendengar tentang Jugun Ianfu?"
DEG!!
Aku bergeming mendengar pertanyaan Arkha. Darahku rasanya seperti berhenti
mengalir. Namun, detak jantung justru berpacu lebih cepat dari biasanya. Apa yang dia tanyakan?
"Ha?" mulutku tak mampu berkata-kata, lidahku pun rasanya kelu.
"Jugun
Ianfu Ev, itu lo budak seks tentara militer Jepang. Kalo tidak salah itu
terjadi saat Perang Dunia II. China, Korea, Malaysia bahkan Indonesia adalah
negara-negara korban Jugun Ianfu. Di Indonesia Jugun Ianfu terjadi saat mereka
datang untuk mengambil alih penjajahan Belanda tahun 1942, berarti itu sekitar 16 tahun yang
lalu."
"Kau
tahu Ev? Betapa mengerikannya mereka saat di usia belia harus menjadi pelayan
seks, apalagi dalam sehari mereka dipaksa melayani 5-6 orang. Bayangkan Ev 5-6 orang!
Bukan hanya penderitaan fisik mereka bisa saja terkena penyakit kelamin,
aku rasa psikis mereka juga pasti terguncang. Kalo mereka menolak, mereka
tidak segan-segan disiksa lalu digauli."
Ya! Aku tau Arkha! Aku tau itu!
"Bahkan
jika mereka hamil, tentara-tentara itu dengan entengnya malah membawa mereka
untuk menggugurkan kandungannya dan setelah itu mereka tetap digauli. Kalau
aku jadi mereka maksudnya jadi jugun ianfu itu Ev, aku lebih memilih mati!"
Nada suara Arkha berapi-api. Aku hanya meringis, mendengar penjelasan Arkha yang malah
membuatku ingin lari saja dari tempat ini. Ya, saat ini aku sedang berada disalah satu
kafe untuk makan malam bersama Arkha, calon suamiku. Usianya 2
tahun lebih tua dariku, aku 29 tahun sedang dia 31 tahun. Kami bertemu di
kantor swasta yang didirikan baru-baru ini di Jakarta.
"Kau
tahu Ev? Aku bersyukur kau tidak ditakdirkan untuk tinggal di Pulau Jawa, aku
takut kalau saja itu terjadi padamu," dia bergidik "kau tahu sendiri kalau kau itu
cantik" katanya sambil tersenyum.
Aku mencoba tersenyum dengan susah
payah, wajah dan tubuhku sudah terlanjur membeku dan mati rasa.
"Arkha?"
"Ya..?"
"Bagaimana jika kau tahu kalau sebenarnya
aku ini adalah seorang Jugun Ianfu?" aku berkata dengan volume suara yang begitu kecil. Aku sendiri sanksi apakah Arkha bisa mendengarnya atau tidak.
"Apa?" tanyanya, "suaramu tak terdengar" Aku menelan salivaku dengan susah payah
dan memberanika diri untuk mengatakan,
"Wanita
yang ada dihadapanmu ini adalah seorang bekas Jugun Ianfu"
>>>>>>>>>>>>
Hari
ini aku berniat untuk pergi ke pasar. Aku sangat bersemangat karena besok adalah ulang tahunku yang ke 14, dan
ibu bilang ia akan mengadakan syukuran. Jadi aku memutuskan untuk
berbelanja hari ini. Namun, saat keluar dari kamar, aku terkejut melihat ayah
dan ibu yang sedang menangis di hadapan Pak Kades. Dengan cepat kuhampiri mereka.
"Ayah
ada apa?" tanyaku polos.
"Bawa
dia!" Perintah Pak Kades. Aku bingung. Bawa siapa? Tiba-tiba bawahan Pak
Kades menarikku dengan kasar. Terang saja aku ketakutan dan berteriak histeris.
"Apa
yang kalian lakukan? Ayah tolong aku!" Teriakku. Aku terus meronta-ronta. Namun, orang tuaku pun tidak dapat berbuat apa-apa karena mereka juga ditahan oleh suruhan Pak Kades yang lain.
"Diam! Kalau kau ingin ayah dan ibumu selamat! Ikut
kami!" Bentak pak Kades.
Aku tetap berteriak histeris. Mereka menyeretku
dengan paksa. Di tengah perjalanan semua orang dimdesaku melihat kejadian ini.
Mereka tidak bisa berbuat apa-apa selain menatapku dengan kasian. Kejadian ini
sudah sangat sering terjadi di sini. Hanya saja biasanya para lelaki yang
dibawa oleh mereka. Namun, akhir-akhir ini kami heran sejak Jepang ke
Indonesia, wanita-wanita seusiaku yang justru lebih sering digusur paksa.
Aku dibawa
oleh mereka ke sebuah camp rumah sakit tentara militer Jepang. Oh iya, sebelumya aku sudah didandani
terlebih dahulu oleh mereka. Saat aku masuk, betapa terkejutnya aku melihat
puluhan tentara Jepang memandangiku penuh nafsu. Tidak tanggung-tanggung aku di perkosa secara
bergantian oleh mereka. Aku berontak dan menolak tapi mereka malah menyiksaku.
Mereka tidak memperdulikan darah yang keluar dari vaginaku. Jujur saja saat itu
bahkan aku belum menstruasi.
Kejadian ini terus berlangsung selama 3 bulan,
hingga aku sudah merasa gila dan berhalusinasi. Aku ingin mati saja. Di sudut ruangan kulihat ada beberapa gunting. Seketika aku tersenyum bahagia, bagaimana
pun aku sudah tidak kuat dengan ini semua. Perlahan aku mengambil gunting itu
dan dengan gemetar aku hampir menancapkannya di vaginaku saat tiba-tiba,
"Tunggu!"
Dia mengambil gunting itu dan melemparnya ke sembarang tempat "apa yang
kau lakukan? Apa kau gila?" Bentaknya. kepalaku menggeleng dan mulutku tersenyum lemah.
"Hiroshi.
Aku ingin mati" jawabku lemah. Tenagaku benar-benar habis karena ulah
manusia-manusia, bukan! Binatang-binatang biadab itu.
"Kau
gila?!" ulangnya lagi.
"Kau
benar! Aku gila. Aku lelah harus melayani kalian. Kau pun kemari karena ingin
menjamahku kan? Kau tidak benar-benar tidak berperi kemanusiaan!" Aku melihat Hiroshi
membelalakkan matanya. Dengan tiba-tiba dia memelukku
"Lihat?
Kau memang bajingan!" Teriakku
"Mulai
hari ini kau aman"
>>>>>>>>>>>>>>
Mataku terbuka di pagi yang begitu dingin. Dan ya benar, aku sudah tidak tinggal di camp terkutuk itu. Hiroshi telah membeliku dengan harga yang sangat tinggi pada
kaisar. Entah dari mana ia mendapat uang itu, mengingat jabatannya saja masih tergolong menengah. Sekarang aku tinggal di Tokyo. Hiroshi membawaku ke luar dari negeriku sendiri. Tidak. Dia tidak menikahiku. Dia menjadikanku sebagai pelayan pribadinya. Namun, dia memperlakukanku
dengan sangat istimewa. Semua harta yang dia milikki difasilitaskan untukku. Aku tidak
tahu apakah Hiroshi sudah menikah atau belum. Tapi aku pikir mungkin saja dia sudah punya anak
di kota lain di negeri sakura ini mengingat usianya yang sudah hampir kepala empat.
"Kau
tidak akan memberikanku anak?" Hiroshi tiba-tiba bertanya begitu saat kami
sedang sarapan. Aku hanya mengangkat kedua alisku, "kau sudah 2 tahun
tinggal disini, Akemi. Apa kau tidak mau memberikanku seorang anak?" tanyanya lagi. Akemi adalah nama Jepangku. Hiroshi bilang, Akemi itu artinya cantik. Aku sangat menyukai nama itu, terlebih kalau dia yang menyebutkannya.
"Kau
sudah punya anak!" Aku berkata sinis. Meski aku berharap ia akan menyangkal pernyataanku.
"Tapi
aku ingin punya anak dari darah orang Indonesia." Sesaat hatiku mencelos. Ia tidak menyangkalnya, itu berarti dia memang sudah menikah. Namun perasaan yang lain justru lebih mengusai kekecewaanku. Apa-apaan ini.?
Kenapa dadaku berdebar? Aku tidak tahu kenapa aku merasa senang saat Hiroshi menginginkan anak
dariku.
"Aku tidak tau Hiroshi." bahuku terangkat, "semua itu rencana Tuhan."
"Berusahalah
untuk memberiku seorang anak, agar saat aku pergi kau tidak kesepian" rasa
hangat tiba-tiba menjalar di hatiku. Hiroshi memperhatikanku. Hatiku bersorak
senang.
"Akemi.
Besok tentara kami akan melawan sekutu Amerika, kuharap kau menjaga dirimu
dengan benar."
"Aku
selalu menjaga dirikku." kataku cepat
"Kau
tahu, firasatku mengatakan perang kali ini adalah perang yang besar. Bisa saja
besok aku mati" Aku menoleh. Pernyataannya membuatku takut.
"Hiroshi" mengucapkan namanya tanpa tahu harus berbuat apa. Bagiku Hiroshi adalah sosok pahlawan. Ia pelindungku, dan aku tidak ingin kehilangannya. Aku
mencintainya. Hiroshi tidak tahu itu. Yang dia tau, aku membencinya semenjak
kejadian saat aku akan bunuh diri.
"Aku
pergi" katanya. Ada rasa takut kehilangan dan juga cemas saat Hiroshi mulai berjalan
meninggalkanku.
“Hiroshi”
aku memanggilnya lagi. Ia menoleh berbalik ke arahku dan tersenyum, “kau
akan baik-baik saja” kataku lalu menggigit bibirku. Kulihat dia tersenyum dan
mengangguk kemudian mengelus rambutku dan pergi. Kuharap pahlawanku akan baik-baik saja.
>>>>>>>>>>>>
Saat
ini aku sedang berada di taman belakang, menyiram bunga kesukaan Hiroshi
sambil mendendangkan sebuah lagu. Melihat bunga itu aku tersenyum mengingat Hiroshi. Aku sudah tidak sabar ingin memberi kabar gembira untuknya. Dua hari
yang lalu aku pergi ke klinik karena merasa pusing dan dokter mengatakan bahwa
aku positif hamil. Ini benar-benar kabar gembira mungkin saja dengan ini dia
akan segera menikahiku, tapi aku tak terlalu berharap bagaimana pun dia telah
menyelamatkanku dari kegilaan dan depresi yang kualami.
Tok..tok..tok
Terdengar ketukan pintu. Aku
bergegas menuju pintu dan beberapa tentara Jepang langsung masuk tanpa permisi. Mataku mencari sosok yang teramat kurindukan. Di mana Hiroshi?
“Kau
orang Indonesia itu kan?” aku mengangguk, “sebaiknya
kau cepat pergi dari sini, Hiroshi telah gugur di medan perang. Dan ia
meninggalkan begitu banyak hutang hingga rumah ini harus kami ambil.”
Aku
tersentak. Bukan karena pengusiran mereka, tapi karena orang yang selama
ini selalu melindungiku sudah tak ada lagi dan siapa lagi orang yang aku cintai
selain dia? Aku menangis sejadi-jadinya. Memegang perutku yang berisi harta paling berharga peninggalannya. Telah gugur pahlawanku. Telah gugur seserorang yang telah menjadi bagian dalam hidupku. Aku meratap. Seminggu kemudian tentara-tentara itu
memberiku tiket dan beberapa lembar uang kemudian mengantarkanku ke bandara.
>>>>>>>>>>
Aku menginjakkan kaki di kampung halamanku. Ibu. Aku rindu ibu dan aku ingin
memeluk ibu. Namun naas yang ku dengar ternyata ayah dan ibu sudah meninggal
karena dibunuh oleh orang suruhan Pa Kades saat mereka tahu kalau aku sudah
tidak lagi di Indonesia. Orang–orang memandangku dengan jijik. Pandangan mereka menghakimiku seakan aku adalah orang paling kotor dan tak pantas berada di muka bumi ini. Ya. Aku diusir keluar. Tak sedikit pula dari mereka yang menimpukku dengan
batu-batu kerikil. Tak tahukah kalian kalau ini semua bukan keinginanku?!! Hingga aku
harus pergi ke Jakarta dan beberapa tahun sempat terluntang lantung. Anak yang
aku kandung pun meninggalkanku saat belum lahir ke dunia ia lebih memilih
bersama ayahnya. Baguslah Nak, aku yakin ayahmu akan melindungimu.
>>>>>>>>
Arkha
menatapku dengan sendu. Bahkan ia meneteskan air matanya. Aku tak tau apa yang
ia pikirkan tentangku. Mungkin saja ia akan membatalkan pernikahannya denganku. Ya, mungkin saja.
“Kenapa
kamu baru cerita sekarang sih Ev?” tanyanya dengan nada kesal.
Aku merasa bahwa
saat ini untuk kedua kalinya aku akan kehilangan orang yang aku cintai. Aku sakit. Dadaku
nyeri, namun jika Arkha tak akan bahagia denganku aku pun bisa apa?
“Menceritakan
sebuah aib bukan hal yang membanggakan” katakku.
“Ya
aku tahu Ev, tapi setidaknya kamu bisa berbagi kesedihan denganku. Tahu begini
aku akan langsung menikahi kamu Ev dari dulu dan aku ingin menghapus semua
lukamu dan melindungimu seperti Hiroshi, bahkan lebih.”
Speechless.
Aku menangis dengan keras. Arkha yang kupikir tidak akan menerima masa laluku
justru lebih peduli dari segalanya.
“Ssst.
Jangan nangis lagi. Aku tau kamu pasti berpikir kalau aku akan membatalkannya pernikahan kita kan?” aku mengangguk. “Tidak sayang. Aku justru akan lebih menjagamu,sudah
cukup kamu menderita selama ini” katanya menenangkanku.
Dan
aku bahagia.
Masa
laluku memang buruk. Dan tak semua orang bisa menerima kenyataan dan menerima
keburukkan orang lain meski tanpa sengaja. Pandangan setiap orang tentu
berbeda, namun yang kusarankan pada kalian adalah jangan sesekali menjudge orang
saat kau tak pernah benar-benar tahu apa yang terjadi sebenarnya dan kau tak
pernah merasakannya. Di sini aku hanya ingin menegaskan bahwa seorang Jugun Ianfu
bukan seorang yang harus dijauhi bahkan dihina. Bukan ingin kami menjadi budak
seks, kami tak pernah menikmatinya kalau diberi pilihan menjadi pelayan seks
atau mati. Maka dengan lantang pasti kami para Jugun Ianfu di belahan bumi
manapun akan memilih MATI!!!
-Selesai-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar