Mimpi
adalah Harapan
“....Sesungguhnya Allah tidak
akan mengubah suatu kaum sampai kaum itu sendiri yang mengubahnya......” (Q.S
Ar-Ra’d:11)
Mimpi adalah harapan. Itulah kalimat yang sudah sering dan
biasa kita dengar, baca, dan lihat dalam berbagai media. Tidak sedikit pula
motivator-motivator yang mengangkat tema
mimpi dalam talkshownya. Tanggapan
dari audiens pun bermacam-macam. Ada
yang termotivasi dengan mulai merancang impiannya, ada yang menjadikan mimpi
sebagai motto hidupnya, ada yang
menanggapinya dengan sikap positif, juga tidak sedikit yang menanggapinya
sebagai angin lalu. Golongan yang terakhir ini menganggap merancang mimpi sama
dengan mengkhayal. Eitsss! Jangan salah ya temen-temen, rugi loh kalau kita tidak punya
mimpi. Karena Allah Swt., Sang Raja dari segala raja pun menyuruh kita untuk
berharap dengan berdoa yang disertai ikhtiar dan tawakal. Rasul menyuruh kita
menuntut ilmu sampai ke Negeri Cina. Wright bersaudara jika tidak mempunyai
mimpi membuat manusia bisa terbang seperti burung tentu tidak akan bisa menciptakan
pesawat terbang. Lalu masihkah kita ragu untuk menjadi seorang pemimpi?
Impian dalam Pandangan Agama
Al-Quran dalam surat Ar-Ra’d ayat 11 menyebutkan bahwa Allah
Swt tidak akan mengubah suatu kaum sampai kaum itu sendiri yang mengubahnya.
Jelas sekali maknanya, bahwa sebelum Allah merubah nasib kita ke arah yang
lebih baik, kita sendirilah yang harus mengubahnya terlebih dahulu. Saat kita
ingin menjadi orang yang berakhlak mulia tentu kita harus memulainya dengan
niat dan tekad yang kuat dan mencari ilmu yang dapat menuntun kita mencapai
perilaku terpuji, serta mencoba mengaplikasikannya barulah Allah berkehendak
apakah kita memang layak atau tidak menjadi manusia yang memiliki ahkhlak mulia
itu.
Dalam kehidupan sehari-hari pun ayat tersebut nampaknya
cocok jika kita jadikan pedoman hidup. Kita bisa menjadi apa saja yang kita
inginkan selama dilakukan dengan cara yang benar tidak mustahil Allah akan
mengabulkan setiap keinginan kita. Kunci utamanya di sini adalah diri kita
sendiri. Yakin, percaya, dan optimis bahwa kita mampu untuk mewujudkan apa yang
kita cita-citakan. Sekali lagi ingat bahwa Allah tidak akan mengubah nasib kita
kalau tidak kita sendiri yang mengubahnya.
Dalam Islam kita mengenal sikap terpuji yang harus dimiliki
oleh setiap muslim, yaitu sikap raja’. Raja’ dalam bahasa Arab berati
pengharapan, sedangkan dalam syariat Islam raja’
adalah pengharapan kepada Allah.
Raja’ merupakan sikap optimisme. Optimis sendiri merupakan perasaan hati
yang senang menanti terhadap sesuatu yang
disukai atau yang mungkin terjadi. Berbeda dengan tamanni yang berangan-angan terhadap sesuatu yang mustahil dan
membuatnya malas untuk berusaha, bersusah payah dan bersungguh-sungguh, raja’ adalah bentuk harap yang disertai
dengan usaha yang sungguh-sungguh. Perilaku
raja’ ini penting untuk diaplikasikan dalam kehidupan karena akan
melahirkan manusia-manusia yang optimis, dinamis, berpikir kritis, dan dapat
mengendalikan diri.
Sebagaimana kita ketahui optimis merupakan salahsatu hal
penting yang harus dimiliki oleh setiap individu. Seseorang yang optimis akan
selalu berusaha dengan semangat untuk mencapai cita-citanya meskipun ia telah mengalami
kegagalan-kegagalan. Orang yang optimis akan terhindar dari sikap lemah dan
kalah sebelum perang. Allah sendiri tidak menyukai orang yang lemah. Dalam salahsatu
ayatnya Allah Swt. berfirman:
“Janganlah
kamu bersifat lemah, dan janganlah kamu bersedih hati, padahal kamulah
orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman”
(Q.S Ali Imran:139).
Selain itu, Rasulullah Muhammad Saw. dari Abu Hurairah telah bersabda,
“mukmin yang kuat akan lebih baik dan lebih disukai oleh Allah daripada mukmin
yang lemah, beringinlah (optimis) kepada apa-apa yang memberi manfaat.” (H.R. Bukhari).
Berdasarkan ayat dan hadist di atas maka tidak ada alasan
lagi untuk kita tidak mulai merancang mimpi. Allah dan rasul-Nya saja
menganjurkan, lalu kenapa kita harus sombong sebagai makhluk yang tidak bisa
melakukan apa-apa tanpa bantuannya?
Selanjutnya dari sikap raja’
juga akan menimbulkan perilaku yang dinamis. Yang dimaksud dinamis di sini
yaitu suatu keadaan yang selalu bergerak, tidak diam, dan tidak statis. Orang yang
dinamis tidak mengenal putus asa. Ia akan selalu bergerak ke depan menjadikan
hidupnya selalu lebih baik dan lebih baik lagi dari hari ke hari. Ia tidak akan
puas hanya dengan satu kebaikan. Dengan memilki sikap dinamis ini tentunya akan
mengimbangi sikap optimis yang telah kita miliki. Orang yang bermimpi besar
adalah orang yang yang selalu melakukan perubahan-perubahan baik besar maupun
kecil. Maka, sikap dinamis ini harus dimiliki oleh mereka sang pemimpi untuk
mewujudkan impiankannya.
Allah Swt. berfirman yang artinya:
“Demi masa. Sesungguhnya manusia berada
dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih
dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasehati supaya
menetapi kesabaran.” (Q.S Al-‘Ashr:1-3)
Selain optimis dan dinamis sikap raja’ akan melahirkan cara berpikir kritis. Seorang pemimpi
tentunya harus dapat berpikir kritis karena dengan berpikir kritis ia dapat
menentukan mana jalan yang baik dan benar yang harus ditempuh. Allah
menciptakan manusia dengan akal yang sempurna. Akal ini harus digunakan dengan
sebaik-baiknya. Orang yang berpikir kritis dapat menemukan solusi dari permasalahan
yang dimilikinya. Banyak orang yang malas berpikir untuk menyelesaikan
masalahnya. Sikap seperti ini tidak boleh dimiliki oleh orang yang mempunyai
mimpi besar dan mulia.
Orang yang memiliki perilaku raja’ juga akan dapat mengendalikan diri. Selain dibekali akal,
manusia juga dibekali hawa nafsu. Allah Swt. berfirman dalam Q.S Al-Jasiyah:23,
yang artinya,
“Maka pernahkah engkau melihat orang
yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya? Dan Allah membiarkannya sesat
berdasarkan ilmu-Nya dan Allah akan mengunci mati pendengaran dan hatinya dan
meletakan tutupan atas penglihatannya. Maka siapakah yang akan memberikan
petunjuk setelah Allah (membuatnya sesat). Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”
Bahaya dari seorang pemimpi yang tidak dapat mengendalikan
diri adalah bertindak menuruti hawa nafsu. Istilahnya ia akan mempergunakan
segala cara untuk mencapai keinginannya. Cara seperti ini tentu saja salah
karena ia pemimpi yang tidak cerdas. Maka, tanamkanlah sikap raja’ sehingga hawa nafsu dapat
dikendalikan terhadap kebaikan.
Jadi, tidak salah kita memiliki mimpi. Agama tidak melarang
dan membatasinya. Bahkan Allah dan Rasulnya menghendaki kita menjadi manusia
yang berorientasi pada akhirat, namun berjaya di dunia. Manusia cerdas adalah
manusia yang melek dunia untuk kemaslahatannya di akhirat. Khalifah Umar Bin
Khatab ra. bisa kita jadikan teladan
manusia yang sukses di dunia dan akhirat. Orang yang keras dan berani hingga
menjadi khalifah yang pertama kali melakukan ekspansi Islam sampai mengalami perluasan
wilayah. So, jangan ragu menjadi pemimpi. Mempunyai mimpi besar dan mulia tidak
salah kok. Anggap saja bagian dari jihad. Jihad tidak melulu soal perang lho,
kita bisa berjihad dengan diri kita melalui karya, ilmu, dan masih banyak lagi
hal bermanfaat lainnya salah satunya dengan merangkai mimpi. Mimpi yang tidak
hanya menguntungan diri sendiri, akan tetapi bermanfaat juga untuk orang lain
karena sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk orang lain.
www.kmoindonesia.comwww.ernawatililys.com
-tbc-
Artikel yang menarik :)
BalasHapus