Rabu, 08 Mei 2019

Perbaiki Niat Menulis

Untuk sampai tahap ada yang menantikan tulisanku (meski hanya 1 orang) itu perlu waktu bertahun-tahun. Mulai hanya dari nulis di buku biasa dan minta temen baca (ini waktu SMP), menulis di catatan Facebook (SMA), dan ikut kelas-kelas menulis, baik fiksi maupun nonfiksi.Ikut-ikut kelas dari yang biasanya jadi anggota dengan usia paling bontot sekarang udah dipanggil kakak. Nulis diblog sendiri meski viewnya sedikit. Ikut-ikut kompetensi biar tahu kekurangan. MashaAllah nikmatnya proses. Nulis nggak ada yang baca, nyerah? Tidak. Tulisan nggak dikenal bahkan nggak dilirik orang, biasa aja.

Tujuan menulisku hanya satu, membahagiakan diri sendiri. Ya, terlihat naif memang. Aku nulis bukan untuk cari uang, bukan untuk menjadi popolar. Tidak. Hanya menulis untuk menyalurkan hobi aku yang gila baca. Dan memang benar, setiap kita itu memiliki zona waktunya sendiri. Mungkin dulu aku biasa nulis sendiri, belum punya circle sesama penulis. Nulis di IDNtimes dan Ucnews adalah reward terbesar pada waktu itu.

Tapi setelah ketemu temen2 DS, makin tahu dunia penulis itu seperti apa. Makin sadar pentingnya komunitas. Dan Alhmadulillah di ramadan ini temen menulisku bertambah. MasyaAllah. Dan tiba-tiba aja banyak yg nanya tips menulis. Padahal aku nggak pake tips apa-apa, selain menulis. Ya, menulis saja sampai kamu menemukan tulisanmu sendiri. Tulis saja apa yang kamu pikirkan, apa yang ada diotakmu. Menulis nggak perlu bakat hanya perlu ketelatenan. Sesimpel itu. Dan jangan buru-buru ingin terkenal saat baru mulai nulis. Kenapa? Cape, nggak akan terkejar. J.K Rowling dan Christy Agata ditolak ribuan kali untuk mendapatkan karya yang bisa mendunia. Jadi, perbaiki niat menulisnya, ya.

 #Day3
#OneDayOnePost30HRDC
#WritingChallenge30HRDC
#30HariRamadhanDalamCerita
#bianglalahijrah

Minggu, 05 Mei 2019

Jangan Jadi Netizen Nyebelin



Pernah dengar istilah, maha benar netizen dengan segala ocehannya? Yap, netizen itu kalau sudah berkomentar terkadang suka merasa paling benar aja udah. Apa-apa harus mengikuti sudut pandangnya. Kalau kata dia nggak bagus, ya nggak bagus. Kalau kata dia harus begitu, ya harus begitu. Dan kalau komentarnya nggak diikuti, mencak-mencak, hina-hina, dan keluar sumpah serapah. Astagfirullah. Nah, seringnya yang menjadi korban kekejian jari-jari netizen adalah para artis. Makanya, kita jadi sering mendapatkan berita tentang kasus pelaporan artis-artis terhadap komentar yang dianggap melecehkan, menjelekkan, menyakitkan, dan me-an me-an lain yang bikin mata dan hati menjerit.

Sosial media zaman sekarang memang memudahkan setiap orang untuk saling berinteraksi jarak jauh, bahkan dengan orang yang tidak saling mengenal sekali pun. Ada yang bahkan tidak pernah bertatapan muka secara langsung, tapi sudah merasa seperti keluarga. Interaksi semacam ini adalah dampak positif dari media sosial. Akan tetapi, ada juga yang memiliki hubungan berasal dari darah yang sama karena kicauan di media sosial tak ubahnya seperti musuh yang siap mengibarkan bendera perang dunia ke tiga. Hmm. Media sosial memang selucu ini.

Kita, sebagai makhluk yang tidak bisa melepaskan diri dari perkembangan zaman, tentunya harus aktif-reakif dengan fenomena ini. Jangan sampai kita menjadi netizen nyebelin. Ada berita anu yang tidak sejalan dengan pikiran kita, langsung dikomentarin seenae dewek. No, tidak seperti itu. Lebih bagusnya kita tabayyun dulu, jangan telan mentah-mentah berita yang belum tentu kebenarannya. Masih ingat kasus Audrey dan Ratna Sarumpaet? (ini bukan kampanye, sumpah saya bukan cebong wkwk, hanya berdasarkan data dan fakta saja hehe) Seringnya karena hanya mengandalkan katanya-katanya, kita jadi salah langkah. Akhirnya netizen Indonesia berhasil dibodohi. 

Terus kadang netizen yang biasa julid itu kalau dikomentarin, tanggapannya adalah,

"Terserah kita, dong. Akun-akun kita, jari-jari kita yang mengetik."

Yah, untuk orang-orang seperti ini kita doakan saja semoga mendapat hidayah. Hidayah itu mahal, dan harus kita jemput. Eh? Intinya, jangan jadi netizen nyebelin. Jari-jari kita nanti juga akan dimintai pertanggungjawabannya. Selain pertanggungjawaban di akhirat, bagaimana kalau ada yang tersinggung dan sakit hati karena jari kita, bukankah itu termasuk mendzhalimi? Bukankah doa orang terdzalimi mudah dikabulkan? Jadi, double rugi, dong. Rugi di dunia dan rugi di akhirat. Naudzubillah. Semoga aku, kamu, dan kita semua tidak jadi netizen yang menyebalkan, ya. Amin!

#Day1
#OneDayOnePost30HRDC
#WritingChallenge30HRDC
#30HariRamadhanDalamCerita
#bianglalahijrah