Senin, 31 Oktober 2016

Benahi Pendidikan Musik di Sekolah Dasar

Oleh: Dita Anggita
Program Studi PGSD UPI Kampus Sumedang
Jl. Mayor Abdurrachman No. 211 Sumedang 45322
Email: ditaanggita@student.upi.edu


Resensi Buku Pendidikan Musik: Permasalahan dan Pembelajarannya
Karya: Julia, M.Pd.
Judul Buku                       : Pendidikan Musik: Permasalahan dan Pembelajarannya
Penulis                              : Julia M.Pd.
Editor                               : Prana Dwija Iswara
Tata Letak/Sampul           : D. Abrian Prabowo
Penerbit                            : UPI PRESS
Gd. Percetakan dan Penerbitan
Jl. Dr. Setiabudhi No.229 Bandung 40154
Telp. 022-2013153 Ext. 3903
Tahun terbit                      :Cetakan ke satu 2014
Tebal Buku                       : x + 100 halaman
ISBN                                : 978-979-3786-38-4
       
Buku Pendidikan Musik Permasalahan dan Pembelajarannya ini hadir di tengah-tengah kita berawal dari keresahan penulis mengenai pendidikan seni, khususnya seni musik yang kurang mendapat perhatian di negara kita. Utamanya pendidikan seni di sekolah dasar yang merupakan cikal bakal untuk melanjutakan pendidikan ke jenjang selanjutnya. Padahal menurut penulis melalui senilah manusia bisa mengasah jiwa, dan melalui seni jugalah manusia bisa belajar merasa.
Pendidikan seni bukan hanya alat yang digunakan sebagai jalan untuk menjadi seniman, lebih dari itu, pendidikan seni merupakan proses untuk memanusiakan manusia. Untuk itu, penulis membagi buku ini ke dalam sembilan bagian. Kesembilan bagian ini terdiri dari tiga pokok bahasan, yaitu musik dan hubungannya dengan manusia, pendidikan musik dan strateginya, serta pengimplementasian pendidikan musik di sekolah dasar.
Mengawali pembahasannya di sini penulis menjelaskan hubungan manusia dengan musik. Pada umumnya, musik dipandang sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan vokal dan instrumen. Musik adalah hasil proses perilaku manusia yang dibentuk oleh nilai, sikap, dan kepercayaan orang-orang sebagai anggota suatu kebudayaan tertentu. Bunyi musik dipengaruhi oleh berbagai hal yang terkait dengan adat dan budaya tertentu. Misalnya di sunda musik disebut sebagai karawitan sunda.
Banyak masyarakat yang mengasumsikan bahwa musik adalah segala sesuatu yang hanya berhubungan dengan bunyi-bunyian dari instrumen musik dan vokalis. Sehingga menurut penulis, musik dapat dianggap sesuatu yang menimbulkan kenikmatan sesaat dan kurang bernilai bagi sebagian orang. Padahal mengutip pendapat al-Suhrawardi, penulis menyatakan bahwa musik dapat berfungsi sebagai energi, penyembuh, dan penyejuk jiwa.
Dalam dunia pendidikan, penulis mengambil sampel dari tokoh-tokoh besar seperti Plato, Albert Einstein yang menggunakan musik sebagai instrumen pendidikan. Menurut Plato, anak-anak harus diajarkan musik terlebih dahulu sebelum mengajarkan hal yang lain. Sedangkan, Einstein mengungkapakan kecintaannya terhadap musik dan riset besar fisikanya berasal dari sumber yang sama dan keduanya saling melengkapi.
Dalam kehidupan manusia, terkadang tidak disadari bahwa segala aktivitas tidak dapat terlepas dari peristiwa musikal. Misalnya saja saat kita berbicara, bunyi yang kita keluarkan merupakan bagian dari musik. Bunyi berbeda yang dikeluarkan setiap orang yang berasal dari berbagai budaya pun beragam. Dalam hal peribadahan suatu agama pun tidak terlepas dari musik, menurut penuturan penulis. Misalnya, ketika umat Islam membaca Al-Quran, akan ada beraneka lagam yang bisa di dengarkan.
Dalam pembahasan ini penulis ingin menyampaikan bahwa musik itu sebenarnya tidak terlepas dalam kehidupan kita sehari-hari. Apa-apa yang menimbulkan bunyi dapat kita sebut sebagai musik, tidak harus selalu berasal dari instrumen musik itu sendiri. Setiap individu memiliki potensi terhadap perkembangan musikal. Perkembangan musikal pada setiap individu dapat dilihat dari dua fenomena, yaitu perkembangan musikal secara alamiah, seperti kemampuan dalam mengeluarkan suara dan perkembangan musikal  dengan pengembangan secara khusus.
***
Pada bagian selanjutnya penulis memaparkan mengenai permasalahan pendidikan musik dalam kaitannya dengan kapitalisme. Di satu sisi musik berjalan sebagai komoditi yang diperjualbelikan, di sisi lain musik digarap sebagai bahan pendidikan. Keduanya diawali melalui proses pendidikan dan pembelajaran, namun memiliki tujuan dan fungsi yang berbeda. Musik industri dilakukan untuk mencari keuntungan-keuntungan pihal terkait, sedangkan pendidikan mengarah pada bagaimana musik itu menjadi sesuatu yang bernilai dan bermanfaat bagi kemaslahatan manusia.
Selain itu, makna  musik juga juga mengalami pergerseran. Dimana saat ini sasaran penikmat musik tidak dilihat sebagai sesuatu yang terpisah. Anak-anak bisa menikmati musik yang seharusnya tidak pantas untuk mereka konsumsi. Ini semua merupakan dampak dari sistem kapitalisme yang telah masuk ke dalam berbagai sistem yang ada di Indonesia. Kekhawatiran penulis terhadap dampak kapitalisme terhadap pendidikan musik melahirkan beberapa strategi yang bisa diterapkan dalam praktiknya.
Pendidikan musik di sekolah dasar pada praktiknya memiliki beberapa hambatan. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan guru terhadap musik itu sendiri. Guru memang belajar mengenai pendidikan musik, akan tetapi dengan banyaknya materi yang harus dikuasai tidak memungkinnya untuk memperdalam lebih mengenai pendidikan musik. Ada pun guru yang mengajar ini berasal dari jurusan seni murni tanpa ada unsur-unsur pendidikannya, tidak akan mampu mengajarkan seni menggunakan metode pembelajaran yang sesuai. Selain itu, jika guru seni tersebut tidak mengusai bidang musik ada kemungkinan untuk mengalihkan pengejaran seni terhadap pembelajaran seni di bidang lain.
Dalam hal ini penulis menyatakan solusi yang terbaik untuk meningkatkan pendidikan musik di SD adalah  dengan diadakannya jurusan pendidikan seni khusus PGSD. Selain itu, perlu dikembangkan kurikulum pada jurusan pendidikan seni musik, seperti dibuatnya pendalaman ilmu pedagogik khusus sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, atau membuat konsentrasi khusus untuk memperoleh ilmu yang lebih mendalam. Dengan begitu, menurut penulis hal tersebut dapat menghasilkan guru/calon guru yang memiliki kompetensi profesional dan sesuai untuk mengajar pendidikan seni musik di sekolah dasar.
Strategi lain yang penulis uraikan dalam buku ini untuk membenahi pendidika musik di SD adalah dengan menanamkan kemampuan berpikir kritis. Memang terlihat sulit untuk membentuk para calon pendidik musik sekolah dasar yang kompeten dan  mampu berpikir kritis, karena sejak awalnya mereka tidak dibekali dengan keterampilan dan wawasan musik. Oleh karena itu, penulis menyajikan beberapa strategi yang dilakukan secara berjenjang untuk mencapai kemampuan berpikir kritis dalam musik.
Penerapan kemampuan berpikir kritis dalam musik, dimulai secara formal mulai dari jenjang sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Dengan mengkondisikan peserta didik berdasarkan  indikator pembelajaran yang telah tercantum, dengan memperhatikan enam aspek berpikir kritis dalam musik, yaitu aspek pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap, apresiasi, dan kebiasaan. Dengan demikian, diharapkan pembelajaran musik yang diajarkan tersebut dapat dipahami secara keseluruhan  karena melaui proses yang lama dan berjenjang.
Sasaran utama yang harus diperhatikan adalah calon pendidik itu sendiri. Penting adanya dengan membangun kerja sama kelompok dalam permainan alat musik agar bisa saling melengkapi dan saling berkomitmen terhadap dirinya sendiri maupun kelompoknya. Selain kerjasama kelompok seorang pendidik juga harus mampu menerapkan nilai-nilai kearifan  lokal, yaitu melalui penciptaan lirik lagu yang berpatokan kepada irama yang berasal dari lagu khas daerah lokal masing-masing. Dengan begitu nilainya dapat tersamparkan dan peserta didik tahu jenis musiknya.
Berdasarkan penelitiannya dalam membangun kerjasama kelompok melalui pembelajaran ensemble angklung pada mahasiswa PGSD, penulis menyimpulkan bahwa dalam kerjasama kelompok, sikap individu dapat menjelma sebagai karakteristik kelompok. Sehingga, menurut penulis kesuksesan kelompok merupakan hasil kesatuan dari sikap individu beserta komitmen dan tanggungjawabnya dalam kelompok.
Permasalahan lain yang diungkapkan penulis dalam pendidikan seni musik adalah mengenai fakta tergerusnya budaya lokal oleh budaya modern. Sehingga untuk tetap mempertahankan nilai-nilai kearifan lokal bisa dilakukan melalui penciptaan lirik lagu dengan menggunakan patokan sekar irama tandak pupuh sunda. Penciptaan lirik untuk mahasiswa-mahasiswa calon guru ini diharapkan dengan menggunakan patokan pupuh, mahasiswa yang membuat suatu lirik dapat mengenalkan budaya daerahnya masing-masing. Sehingga kelak, ia bisa menanamkan nilai-nilai kearifan lokal dalam mengajar pendidikan seni musik di sekolahnya masing-masing.
Setelah membahas permasalahan mengenai pendidikan musik di SD, selanjutnya penulis meguraikan mengenai implemenatasi pendidikan musik di SD. Menurut penulis, kompetensi pendidikan musik di sekolah dasar cukup memprihatinkan. Dampaknya bisa dilihat dalam praktiknya di lapangan, pendidikan musik belum beradaa pada jalur yang benar. Pendidikan musik baru dipandang sebatas pendidikan yang digunakan untuk mencetak seniman-seniman. Padahal, pendidikan musik itu lenih dari sekedar itu, yaitu sebagai media pendidikan kejiwaan, media penghalusan rasa, dan media pencerdasan pikiran dan perasaan bisa saling mengimbangi.
Maka dari itu, penulis mengharapkan seiring dengan bergulirnya kurikulum 2013, keterampilan musikan guru-guru sekolah dasar perlu ditingkatkan. Pembangungan keterampilan musikal tersebut bisa dicapai melalui pembelajaran musik yang benar secara berkesinambungan dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Diperlukan suatu guru yang memiliki kreativitas dan strategi dalam mengajar musik untuk anak sekolah dasar. Di antaranya dengan  memiliki multiperan, menanamkan kehalusan dan keindahan dalam pembelajarannya agar berbudi pekerti luhur dan arif, kurikulum pendidikan seni harus disesuaikan dengan adab dan budaya masyarakat, memperbanyak apresiasi seni, mengadakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan seni, mengadakan dialog kebudayaan.
***
Pada dasarnya buku ini membahas mengenai kekhawatiran penulis terhadap pendidikan seni musik yang kurang mendapat perhatian dari berbagai kalangan. Untuk itu, pembahasannya lebih diarahkan pada permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam pendidikan serta solusi-solusi yang memungkinkan terhadap permasalahan-permasalahan tersebut. Musik jangan hanya dipandang sebagai alat untuk mencari keuntungan saja, lebih dari itu musik harus dijadikan sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan.
Pendidikan musik harus dikenalkan sedini mungkin, sejak anak memasuki taman kanak-kanak terutama sekolah dasar. Guru-guru yang selama ini kebingungan bagaimana harus mengajarkan pendidikan musik pada anak usia sekolah dasar maupun tingkat lanjut bisa membaca buku ini sebagai referensi. Ada beberapa strategi yang bisa digunakan oleh guru untuk mengajarkan atau mengenalkan pendidikan musik pada siswa.
Terlepas dari ada sebagian materi yang termasuk berkesinambungan dengan topik utama, buku ini sangat cocok dibaca oleh guru dan calon guru sekolah dasar. Pembahasan dalam buku ini pun beberapa bab isinya adalah hasil penelitian dan juga hasil seminar penulis, baik seminar yang dilakukan secara nasional maupun internasional. Permasalahan yang dikemukakan penulis pun di sini selalu disertai solusi, sehingga memudahkan pembaca dalam mengambil kesimpulan atau membuat interfensi sendiri.
Pembaca pun tidak akan bosan dengan gaya bahasa yang dituturkan penulis. Meskipun bahasanya sedikit banyak terlalu puitis, akan tetapi mudah untuk dimengerti. Pembaca akan merasakan estetika saat membaca buku ini. Hanya saja memang banyak pengulangan kata dalam setiap bab. Selain itu, karena basic penulis yang merupakan dosen pendidikan seni di UPI Kampus Sumedang yang berdomisili di sunda, penulis banyak mengambil contoh dari keadaan sekitar kampus Sumedang dan budaya sunda sehingga untuk pembaca di luar sunda mungkin harus menyesuaikan solusi yang diberikan penulis sesuai dengan latar belakang budayanya.
Julia, M.Pd. merupakan penulis buku Pendidikan Musik: Permasalahan dan Pembelajarannya” ini merupakan Dosen Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Sumedang.  Beliau  lahir  di Bandung dari pasangan Didi S. Winata dan Cucu H.Wiriadikarta. Riwayat pendidikan beliau dimulai dari SDN Cibeunying-Lembang, SMPN 2 Lembang, SMKN 10 Bandung, dan di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) mendapat gelar sarjana (2006) dan magister (2008) pada program studi pendidikan seni musik dan pendidikan seni, serta di Universitas Negeri Semarang (Unnes)  sedang melanjutkan studi S3 pada prodi  Pendidikan Seni PPS. Cita-cita masa kecilnya adalah menjadi seorang pilot.
Berdasarkan riwayat pendidikannya, tidak heran beliau sangat mengenal beragam permasalahan yang terjadi di dalam pendidikan musik di Indonesia. Beliau juga senang mengapresiasi puspa ragam jenis musik, terutama musik-musik klasik. Motto hidup beliau adalah “jadikan hudup ini bermanfaat untuk banyak orang, jika tidak mampu jadikan hidup ini bermananfaat untuk keluarga, jika tidak mampu setidaknya jadikan hidup ini bermanfaat untuk diri sendiri”



Referensi:
Julia. (2014). Pendidikan Musik Permasalahan dan Pembelajarannya. Bandung: UPI Press.