Jumat, 10 Juni 2016

Mimpi adalah Harapan : Bagian Impian dalam Pandangan Agama



Mimpi adalah Harapan
“....Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu kaum sampai kaum itu sendiri yang mengubahnya......” (Q.S Ar-Ra’d:11)
Mimpi adalah harapan. Itulah kalimat yang sudah sering dan biasa kita dengar, baca, dan lihat dalam berbagai media. Tidak sedikit pula motivator-motivator  yang mengangkat tema mimpi dalam talkshownya. Tanggapan dari audiens pun bermacam-macam. Ada yang termotivasi dengan mulai merancang impiannya, ada yang menjadikan mimpi sebagai motto hidupnya, ada yang menanggapinya dengan sikap positif, juga tidak sedikit yang menanggapinya sebagai angin lalu. Golongan yang terakhir ini menganggap merancang mimpi sama dengan mengkhayal. Eitsss! Jangan salah ya  temen-temen, rugi loh kalau kita tidak punya mimpi. Karena Allah Swt., Sang Raja dari segala raja pun menyuruh kita untuk berharap dengan berdoa yang disertai ikhtiar dan tawakal. Rasul menyuruh kita menuntut ilmu sampai ke Negeri Cina. Wright bersaudara jika tidak mempunyai mimpi membuat manusia bisa terbang seperti burung tentu tidak akan bisa menciptakan pesawat terbang. Lalu masihkah kita ragu untuk menjadi seorang pemimpi?
Impian dalam Pandangan Agama
Al-Quran dalam surat Ar-Ra’d ayat 11 menyebutkan bahwa Allah Swt tidak akan mengubah suatu kaum sampai kaum itu sendiri yang mengubahnya. Jelas sekali maknanya, bahwa sebelum Allah merubah nasib kita ke arah yang lebih baik, kita sendirilah yang harus mengubahnya terlebih dahulu. Saat kita ingin menjadi orang yang berakhlak mulia tentu kita harus memulainya dengan niat dan tekad yang kuat dan mencari ilmu yang dapat menuntun kita mencapai perilaku terpuji, serta mencoba mengaplikasikannya barulah Allah berkehendak apakah kita memang layak atau tidak menjadi manusia yang memiliki ahkhlak mulia itu.
Dalam kehidupan sehari-hari pun ayat tersebut nampaknya cocok jika kita jadikan pedoman hidup. Kita bisa menjadi apa saja yang kita inginkan selama dilakukan dengan cara yang benar tidak mustahil Allah akan mengabulkan setiap keinginan kita. Kunci utamanya di sini adalah diri kita sendiri. Yakin, percaya, dan optimis bahwa kita mampu untuk mewujudkan apa yang kita cita-citakan. Sekali lagi ingat bahwa Allah tidak akan mengubah nasib kita kalau tidak kita sendiri yang mengubahnya.
Dalam Islam kita mengenal sikap terpuji yang harus dimiliki oleh setiap muslim, yaitu sikap  raja’. Raja’ dalam bahasa Arab berati pengharapan, sedangkan dalam syariat Islam raja’ adalah pengharapan kepada Allah. Raja’ merupakan sikap optimisme. Optimis sendiri merupakan perasaan hati yang senang menanti terhadap sesuatu  yang disukai atau yang mungkin terjadi. Berbeda dengan tamanni yang berangan-angan terhadap sesuatu yang mustahil dan membuatnya malas untuk berusaha, bersusah payah dan bersungguh-sungguh, raja’ adalah bentuk harap yang disertai dengan usaha yang sungguh-sungguh. Perilaku raja’ ini penting untuk diaplikasikan dalam kehidupan karena akan melahirkan manusia-manusia yang optimis, dinamis, berpikir kritis, dan dapat mengendalikan diri.
Sebagaimana kita ketahui optimis merupakan salahsatu hal penting yang harus dimiliki oleh setiap individu. Seseorang yang optimis akan selalu berusaha dengan semangat untuk mencapai cita-citanya meskipun ia telah mengalami kegagalan-kegagalan. Orang yang optimis akan terhindar dari sikap lemah dan kalah sebelum perang. Allah sendiri tidak menyukai orang yang lemah. Dalam salahsatu ayatnya Allah Swt. berfirman:
Janganlah kamu bersifat lemah, dan janganlah kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman” (Q.S Ali Imran:139).
Selain itu, Rasulullah Muhammad Saw.  dari Abu Hurairah telah bersabda, “mukmin yang kuat akan lebih baik dan lebih disukai oleh Allah daripada mukmin yang lemah, beringinlah (optimis) kepada apa-apa yang memberi manfaat.” (H.R. Bukhari).
Berdasarkan ayat dan hadist di atas maka tidak ada alasan lagi untuk kita tidak mulai merancang mimpi. Allah dan rasul-Nya saja menganjurkan, lalu kenapa kita harus sombong sebagai makhluk yang tidak bisa melakukan apa-apa tanpa bantuannya?
Selanjutnya dari sikap raja’ juga akan menimbulkan perilaku yang dinamis. Yang dimaksud dinamis di sini yaitu suatu keadaan yang selalu bergerak, tidak diam, dan tidak statis. Orang yang dinamis tidak mengenal putus asa. Ia akan selalu bergerak ke depan menjadikan hidupnya selalu lebih baik dan lebih baik lagi dari hari ke hari. Ia tidak akan puas hanya dengan satu kebaikan. Dengan memilki sikap dinamis ini tentunya akan mengimbangi sikap optimis yang telah kita miliki. Orang yang bermimpi besar adalah orang yang yang selalu melakukan perubahan-perubahan baik besar maupun kecil. Maka, sikap dinamis ini harus dimiliki oleh mereka sang pemimpi untuk mewujudkan impiankannya.
Allah Swt. berfirman yang artinya:
“Demi masa. Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Q.S Al-‘Ashr:1-3)
Selain optimis dan dinamis sikap raja’ akan melahirkan cara berpikir kritis. Seorang pemimpi tentunya harus dapat berpikir kritis karena dengan berpikir kritis ia dapat menentukan mana jalan yang baik dan benar yang harus ditempuh. Allah menciptakan manusia dengan akal yang sempurna. Akal ini harus digunakan dengan sebaik-baiknya. Orang yang berpikir kritis dapat menemukan solusi dari permasalahan yang dimilikinya. Banyak orang yang malas berpikir untuk menyelesaikan masalahnya. Sikap seperti ini tidak boleh dimiliki oleh orang yang mempunyai mimpi besar dan mulia.
Orang yang memiliki perilaku raja’ juga akan dapat mengendalikan diri. Selain dibekali akal, manusia juga dibekali hawa nafsu. Allah Swt. berfirman dalam Q.S Al-Jasiyah:23, yang artinya,

 “Maka pernahkah engkau melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya? Dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah akan mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakan tutupan atas penglihatannya. Maka siapakah yang akan memberikan petunjuk setelah Allah (membuatnya sesat). Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”

Bahaya dari seorang pemimpi yang tidak dapat mengendalikan diri adalah bertindak menuruti hawa nafsu. Istilahnya ia akan mempergunakan segala cara untuk mencapai keinginannya. Cara seperti ini tentu saja salah karena ia pemimpi yang tidak cerdas. Maka, tanamkanlah sikap raja’ sehingga hawa nafsu dapat dikendalikan terhadap kebaikan.
Jadi, tidak salah kita memiliki mimpi. Agama tidak melarang dan membatasinya. Bahkan Allah dan Rasulnya menghendaki kita menjadi manusia yang berorientasi pada akhirat, namun berjaya di dunia. Manusia cerdas adalah manusia yang melek dunia untuk kemaslahatannya di akhirat. Khalifah Umar Bin Khatab ra.  bisa kita jadikan teladan manusia yang sukses di dunia dan akhirat. Orang yang keras dan berani hingga menjadi khalifah yang pertama kali melakukan ekspansi Islam sampai mengalami perluasan wilayah. So, jangan ragu menjadi pemimpi. Mempunyai mimpi besar dan mulia tidak salah kok. Anggap saja bagian dari jihad. Jihad tidak melulu soal perang lho, kita bisa berjihad dengan diri kita melalui karya, ilmu, dan masih banyak lagi hal bermanfaat lainnya salah satunya dengan merangkai mimpi. Mimpi yang tidak hanya menguntungan diri sendiri, akan tetapi bermanfaat juga untuk orang lain karena sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk orang lain.
www.kmoindonesia.com

www.ernawatililys.com 

-tbc-