Selayang kisah
By
: Dita anggita
Tap. Tap. Tap.
Langkah
suara kaki wanita itu perlahan memasuki koridor rumah sakit tempatnya bekerja.
Hari ini adalah hari perdananya untuk kembali mendapatkan kepercayaan melakukan
operasi setelah 7 tahun lamanya. Perasaannya campur aduk antara takut, grogi
dan tak percaya. Dari pertama melangkah hatinya selalu bertanya-tanya siapkah aku? Lalu berbagai bayangan
kelam itu juga mendadak muncul dalam ingatannya. Nafasnya tiba-tiba terasa
berat.
Sreeettt.
Ia
berhenti melangkah. tidak! aku belum
siap! Aku harus kembali, ini bukan tempatku! Tergesa-gesa ia membalikkan
tubuhnya dan berjalan dengan cepat tanpa menoleh.
“dokter
Dira!!” panggil seseorang yang membuatnya berhenti ditempat dengan tubuh
gemetar.”kami sudah menunggu dokter dari tadi, pasien sudah benar-benar
membutuhkan pertolongan”
Dira
menatap pemuda yang ada didepannya ini dengan tatapan maaf aku tidak bisa melakukannya.
“ayolah dokter, sampai
kapan dokter seperti ini terus, dokter bukan tidak bisa tapi dokter hanya takut
mencoba” pemuda yang sudah 2 tahun terakhir ini menjadi asistennya tersebut
tersenyum “kita semua percaya sama dokter”
“haruskah saya yang
melakukannya Ali, bagaimana kalau…”
“dokter! Tak ada yang
meragukan kemampuan dokter disini. Selama ini dokter hanya trauma, ketakutanlah
yang mengalahkan kemampuan dokter. Ayolah dokter pasien sudah menunggu”
Dira akhirnya
menggangguk. Benar. Mungkin dia hanya trauma. Dan bukankah menyelematkan nyawa
orang adalah cita-citanya dari dulu. Akhirnya ia melangkah mnuju ruang operasi
itu.
***
”cokelat hangat
special untuk dokter cantik yang baru saja berhasil melakukan tugasnya” Ali.
Asistenku dengan seringaian flamboyannya menyajikan segelas cokelat hangat
didepanku. Ya. Hari ini aku telah berhasil mengalahkan ketakutanku yang selalu
menghantui selama 7 tahun terakhir ini. akhirnya. Akhirnya aku bisa
melakukannya lagi, Dika pasti senang mendengar hal ini. Aku sudah tak sabar
ingin pulang dan mengabarkan kabar gembira kepada suami tercintaku ini.
“berhenti menatapku
seperti itu Ali. Atau orang-orang akan menyangka yang macam-macam terjadi
antara dokter dan asistennya” kataku dengan tatapan sok membunuh. Ali hanya
tertawa mendengarnya.
“sudah kubilangkan
dokter pasti bisa”
“iya Ali. Terimakasih,
kalau saja tadi kau tidak memanggilku mungkin saja aku sudah lari meninggalkan
tanggung jawab itu” kataku tersenyum tulus.
“itulah gunanya
asisten dok” katanya dengan pedenya. “bagaimana kalau untuk merayakannya dokter
traktir saya makan malam, hari ini”
Aku hanya tertawa.
“maaf Ali, sepertinya
kamu lupa bahwa aku sudah punya suami”
Ali yang sedang
memeriksa berkas-berkas jadwal pasien langsung berhenti dan menatapku
“dokter” ucapnya
dengan tatapan tidak enak
“kenapa?” tanyaku
“tidak apa-apa, suamiku bukan orang yang pencemburu kok, kecuali kalau kamu
mencoba mencuri hati puteri kecil kami, dia akan…’
DEG!!!!
Seperti ada sesuatu
yang menampar wajahku. Aku menutup mataku dan hatiku tersa sesak saat ini,
udara seolah menghentikan oksigen untuk kuhirup, aku lupa bahwa suamiku telah
meninggal.
“dokter.. dokter tidak
apa-apa?” tanya Ali saat melihatku sudah terisak-isak.
“bagaimana aku bisa
melupakan hal itu Ali? Aku selalu merasa bahwa dia masih hidup” jawabku dengan
isakkan tangis yang memilukan
“sstt.. dokter.. dia memang
masih hidup, lihat dia meninggalkan puteri yang cantik untuk dokter” katanya
sambil memperlihatkan photo puteri kecilku yang kupajang di meja. Aku meraih
photo itu dan mengusap-mengusapnya.
“bahkan, akupun tak
tahu puteriku sekarang ada dimana…”
***
“dokter!” aku
berteriak memanggil dokter Dira, padahal saat ini jaraknya tak lebih dari satu
meter didepanku.
“Ali!!!” katanya sebal
lalu sok melotot dengan tatapan yang membunuh, padahal tatapannya benar-benar
payah. “kebiasaan deh suka teriak-teriak, kalau saya jantungan gimana?”
“hehe.. abis dokter ngelamun
terus sih, lagian nih ya dokter jantungan pun tak apalah asal jantungangannya
jantung hatiku” kataku mencoba menggodanya. Entah kenapa ada keasyikan
tersendiri saat aku menggodanya, apalagi walaupun usianya lebih tua 8 tahun
dariku, ia masih terlihat rapuh utuk wanita usia 31 tahun.
“ya..ya..ya terserah
deh. Doyan banget sih godain emak satu anak” katanya sebal. Itulah biasanya
kata-kata yang diucapkannya saat aku mulai menggodaya, ia seolah mengingatkan
bahwa aku salah pilih tempat bermain. Namun justeru karena itu aku jadi semakin
ingin melindunginya apalagi saat tahu bahwa suaminya saat juga sudah meninggal
beberapa tahun lalu.
“tapi aku suka sama
emak satu anak ini.hehe”
“berhentilah
menggodaku anak muda, bermainlah dengan gadis seusiamu, oh ya ampun apa kamu
sudah buta?”
“iya dokter. Aku buta
karena mencintaimu. dokter punya obatnya ga?” jangan anggap kata cinta ini
hanya main-main. Aku serius. Aku sudah menyatakan cintaku ini padanya sejak
satu tahun bekerja dengannya.
“oh ayolah Ali, kalau
kau sudah menemukan puteriku cintamu kupertimbangkan!” ucapnya dengan kesal.
Aku tahu ia hanya memepersulitku saja dan tidak serius menyuruhku mencari
anaknya. Namun semua itu sudah kulakukan sejak satu tahun lalu, dan hari ini
“justru itu dokter,
aku sudah menemukan alamat baru mertuamu”
***
“kamu yakin ini
rumahnya Li” tanyaku. Saat ini aku sedang berada didiepan sebuah rumah megah
yang katanya adalah rumah mertuaku.
“aku sudah
memastikannya 3x24 jam dokter, ini data benar-benar akurat. Seakurat cintaku
padamu” jawabnya disertai smirk khasnya.
“mulai deh” kataku
sambil memutarkan bola mata kesal. Bukan aku tak tahu keseriusan anak ini
mencintaiku, namun aku selalu merasa bahwa cintanya padaku hanya sesaat.
Bagaimana mungkin pemuda usia 23 tahun jatuh cinta wanita 31 tahun?
“aku memang
mencintaimu dokter. Jangan anggap aku sebagai anak kecil terus lihatlah aku
sebagai pria” ucapnya seperti merengek. Lucu sekali. Haha
“aihh.. sudahlah
dokter jangan menertawai cintaku yang suci ini, sekarang ayo kita masuk dan
temukan calon anakku”
Katanya sambil turun
dari mobil dan mulai berjalan. Aku hanya melongo saat mendengarkan perkataanya.
Calon anakku? Apa banget dia.
“cepatlah Ardira!”
teriaknya.
***
Aku tak dapat
berkata-kata lagi saat ini. saat ini aku sedang berhadapan dengan malaikat
kecilku. Perasaan bahagia dan terharu yang melingkupi hatiku setelah berpisah
sekian lama dengannya. Tujuh tahun lamanya aku dipisahksakan dengan paksa dengan
dia, Aira, Anakku.
“anakku” entah sudah
keberapa kalinya aku mengucapkan kata itu sejak bertemu dengannya. Sehingga tak
kusadari bahwa sedari tadi anakku Aira mentapku dengan tatapan jijik. Apa?
Jijik? Tapi kenapa? Ini bunda nak
“pem.bu.nuh!!”
tiba-tiba malaikat kecilku itu mngucapkan kata-kat yang benar-benar melukai
hatiku. Aku tersentak. Dari mana puteri kecilku itu belajar kata-kata seperti
itu?
“a..a..ap..pa?” ucapku
“kau pembunuh!”
teriaknya
“Aira, apa yang kamu
katakana sayang?” tanyaku dengan berurai air mata.
“apa kau tuli?! Pergi
dari sini! Aku tak suka rumah nenekku dikotori oleh pembunuh!” teriaknya penuh
kebencian
Ya Tuhan..
Aku hampir jatuh
limbung saat mendengar kata-kata itu kalau saja Ali tidak menangkapku.anakku.
puteri kecilku, kenapa tumbuh seperti ini.
“bahkan cucuku yang
saat itu berusia 2 tahun saja tahu bahwa kau adalah seoramg pembunuh!hah!”
mertuaku! Apakah dia yang selama ini mendidik anakku menjadi seperti ini
“setelah kau bunuh
anakku, kau masih berani menginjakkan kakimu disini hah? Kau tak dengar cucuku
tak ingin rumah ini dikotori pembunh!”
“kau!” ucapku dengan
bergetar “ apa yang kau lakukan terhadap anakku!?” tanyaku penuh tekanan
“cucuku! Dia adalah
cucuku! Anak dari anakku yang kau bunuh!”
“yah dia akan jadi
cucumu kalau saja kau terus mendidiknya untuk menjadi sepertimu tapi takkan
kubiarkan! Aku akan mendidiknya untuk menjadi gadis yang manid! Jadi biarkan
aku membawanya pergi!” ktaku sambil menarik pergelangan tangan Aira.
Sleeuuuss
Tangan itu terlepas
dari genggamanku.
“lepaskan! apa kau
berniat untuk membunuhku?” teriak Aira lalu berlari menjauh dariku dan memeluk
neneknya.
Sakit. hatiku
benat-benar sakit.
Dadaku bergemuruh,
tatapan tajamku pada bekas mertuaku itu dibalasnyadengan senyuman mengejek. Benar-benar
memuakkan! Aku akan membunuhnya! Tanganku hampir saja menampar pipi wanita tua
itu saat tangan seseorabg menahannya. Aku menoleh. Ali! Dia menggelengkan
kepalanya dan benar-benar membuatku semakin meledak.
“apa yang kau lakukan
Ali!? Aku akan membunuh wanita tua ini!”
Teriakku. Dengan kasar
Ali malah menyeretku keluar dan mendorongku masuk ke mobil
“apa kau sudah gila
Ali?” teriakku marah
“Kau yang gila Dira!!
Apa kau sadar ucapanmu tadi? Kau seolah menunjukkan pada anakmu kalau kau
memang pembunuh!”
Plak!!!
***
Dokter muda itu adalah
mascot rumah sakit Bunda Bhakti. Dia adalah spesialis penyakit jantung. Tidak
ada yang meragukan kemampuannya. Di usianya yang masih terbilang belia puluhan
operasi telah berhasil ia jalani. Hari ini adalah hari operasi yang
dilakukannya untuk kesekian kalinya, seorang pria muda yang berusia hampi
sebaya dengannya adalah pasien yang harus ia tangani. Dengan niat untk
menyelamatkan nyawa manusia, ia berjalan ke ruang operasi didampingi beberapa
suster dan asistennya. Operasi berjalan dengan lancar sesuai dengan harapan.
Setiap orang dari keluarga pasien mengucapkan terima kasih kepada dokter cantik
itu. dengan perasaan lega ia berjalan keruangannya dan tersenyum saat sebuah
mawar putih cantik tiba-tiba berada dihidungnya.
“dika!” teriaknya
sambil tersenyum dan memeluk lelakinya itu “aku berhasil lagi” sambil
mengeratkan pelukan terhadap suaminya
“aku tahu. Istriku
yang canti ini memang selalu menyelesaikan tugasnya dengan baik. Dan sekarang
tugasmu adalah melayani suamimu ini.” katanya sambil mencium kening istrinya
dengan sayang “ayo kita rayakan dengan sikecil Aira” ajaknya sambil menggenggam
tangan istrinya. Dira mengangguk dengan bahagia dan mengikuti langkah suaminya.
“karena dinda sedang
senang, izinka dinda untuk mengemudikkan kuda ini kanda” ucapnya saat sudah
berada didepan mobil mereka
“baiklah dinda, apalah
yang tak bisa kanda berikan untuk dinda, nyawapun kanda kan berikan , bahkan
saat ini juga!” jawab Dika sambil menuntun istrinya ke kursi kemudi
Dira hanya tersenyum
“kalu begitu berikan
hahaha!” mereka tertawa bersama.
Ditengah perjalanan
keduanya asyik brcanda mesra. Saat tiba-tiba drrttt… drrtttt.. drrrttt..
Suara handphone Dira
memecah keasyikan pasangan mesra ini.
“halo” jawab Dira
“dokter Dira” suara disebrang sana
“iya kenapa Risna”
“operasi
yang kita lakukan mengalami kesalahan, saat ini pasien sedang mengalami koma”
“apa? Ko bisa? Baiklah
aku kembali kesana”
Dira melangkah
dengan cepat menuju ruangan tempat pasien ynang baru saja ia operasi. Saat ia
hendak membuka pintu
PLAK!!!
Seorang wanita muda tib-tiba menamparnya.
“dokter palsu! Apa yang kau lakukan pada calon suamiku? Kau
tahu bukan depan kami akan menikah! Semuanya sudah kami siapkan dengan matang,
dan kau malah mengacaukan segalanya, apa kau tahu rasanya ditinggalkan
seseorang yang kau cintai? Sakit!!” wanita it uterus meracau membuat Dira
secara automatis merasa shock
“mba tolong tenang, istri saya bukan Tuhan, mungkin ini
memang sudah takdir. Mba seharusnya mendoakan calon suaminya” kata Dika yang
saat ini sedang menenangkan Dira yang shock
“oh jadi kau suaminya. Dokter apa dokter akan mendoakan
kalau seandainya suami dokter berakhir seperti calon suami saya”
“a.. app ppaa yang kau lakukan?” tanya Dira
Namun wanita itu berlari keruang operasi.
“tenang sayang dia hanya shock.” Ucap Dika menenangkan
istrinya
“aku gagal” kata Dira dengan gemetar
“sssttt sayang, kamu tidak pernah ah!”
Jleb !
Sebuah gunting tajam berhasil menusuk ulu hati Dika. Dira
yang shock lalu berteriak
“apa yang kau lakukan wanita gila!” teriak Dira lalu sesaat
kemudian gelap!
***
Aira benar-benar tidak
menyangka atas apa yang baru saj Aira dengar dari om itu. om itu menceritakan
kisah tentang kematian ayah. Cerita yang sangat jauh berbeda dari cerita yang
Aira degar dari nenek. Namun Aira bingung, Aira harus percaya sama siapa. sama
siapa Aira harus percaya? Om ini adalah orang asing yang kemarin datang bersama
orang yang mengaku ibuku, bisa saja kan dia mengarang cerita dan bersekongkol.
Tapi hati kecil Aira juga berkata bahwa ga mungkin ibu Aira sejahat itu sama
ayah. Kalau ibu mau bunuh ayah, kenapa dulu mereka nikah coba? Padahalkan kalau
mau saling bunuh-bunuhhan jangan nikah aja. Aira pusing. Harus percaya sama
nenek yang udah besari Aira atau sama cerita om ini.
“ayah Dika itu baik
dan cinta banget sama bunda Dira, jadi ga mungkin kan bunda Dira ngebunuh ayah
Dika yang baik banget sama bunda” kata om itu lagi
“bagaimana Aira
percaya”
“nih om punya
buktinya”
Om itu memberikan
sebuah album photo. Saat Aira buka isinya adalh photo ayah Dika, BUnda Dira dan
Aira kecil. Dibelakang photo itu ada tulisan-tulisan percakan ayah dan bunda
dan juga tahunnya. Jadi selama ini nenek bohongin Aira. Aira harus gimana dong?
Kemarin Aira sudah bilang yang tidak enak tentang bunda. Apa bunda akan maafin
Aira? Aira sedang berpikir keras.
“ekheemmm.. om punya
solusi nih biar bunda maafin Aira”
“yang benar om?” tanya
Aira tidak sabr, tapi om itu malh tersenyum aneh dan membisikka sesuatu yang
membuat Aira shock.
Dunia orang dewasa
memang penuh kejutan.
***
Entah kata apa yang
dapat kuucapkan saat ini untuk menggambarkan perasaan bahagiaku.puteri kecilku,
malakikatku saat ini ada dipelukkanku tanpa tatapan kebencian. Ia menceritakan
hal-hal yang jalani sepanjang harinya, bagaimana teman-temannya ada yang suka
menggangunya, bagaimana gurunya selalu memujinya, dan inilah hal yang selalu ingin kudengar
setiap harinya.
“nanti kalau sudah
besar Ai ingin jadi dokter hebat seperti bunda deh bunda” racaunya. Aku
mencubit hidungnya.
“Airanya harus rajin
belajar makanya sayang ya”
“janji deh bunda”
Ah begini rasanya
diidolakan oleh anak sendiri.
“ekhem”
“eh Papa Ali sudah
datang” teriak AIra sambil memeluk Ali. Aku melotot mendengar panggilan Aira
“PAPA?” teriakku
“bunda, kapan dong
nikahnya sama papa Ali, nanti Aira pengen dandan yang cantik kaya princess”
Aku semakin melongo
mendengar ucapan Aira , racun apa yang bocah itu berikan pada anakku.
“tenang sayang minggu
depan papa janji aka nada pesta meriah dirumah ini” jawb Ali
“Asiiiikk”
Pluuugggg
Sebuah bantal ku
lemparkan tepat kearah Ali
“bocah sableng!”
sungutku sambil lalu
“Hahaha”
End.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar